Senin, 13 Oktober 2025

MK Sorot Peluang Cawe-cawe Ranah Sipil di UU Baru, Mabes TNI: Komitmen atas Supremasi Sipil Kokoh

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyoroti pasal dalam UU TNI yang dinilai memberi ruang Panglima TNI melakukan intervensi.

Penulis: Gita Irawan
Dokumentasi Puspen TNI
MABES TNI - Kapuspen TNI Mayjen (mar) Freddy Ardianzah. Ia menjelaskan pandangan Ketua MK Suhartoyo terkait keberadaan Pasal 47 UU TNI merupakan bagian dari proses konstitusional yang sah dalam kehidupan berdemokrasi.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyoroti pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI yang baru) yang dinilai memberi ruang Panglima TNI melakukan intervensi atau cawe-cawe ke ranah sipil.

Hal itu muncul dalam sidang sejumlah perkara yang menguji UU TNI di MK pada Kamis (9/20/2025) lalu.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah menjelaskan pandangan Ketua MK Suhartoyo terkait keberadaan Pasal 47 UU TNI merupakan bagian dari proses konstitusional yang sah dalam kehidupan berdemokrasi. 

TNI, kata dia, menghormati sepenuhnya kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan menguji suatu undang-undang terhadap UUD 1945.

"Perlu kami jelaskan bahwa Pasal 47 Ayat (1) mengatur tentang penugasan prajurit aktif pada 14 kementerian/lembaga tertentu, yang bersifat penugasan negara, bukan pensiun. Karena masih berstatus aktif, pembinaan karier prajurit tersebut tetap menjadi tanggung jawab Panglima TNI," jelas Freddy saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (12/10/2025).

"Sedangkan Pasal 47 Ayat (2) mengatur tentang prajurit yang menduduki jabatan di luar lembaga-lembaga yang disebut dalam Ayat (1), yang wajib mengundurkan diri atau pensiun, sehingga tidak lagi berada dalam pembinaan karier Panglima TNI," lanjutnya.

Dengan demikian, kata Freddy, ketentuan dalam Pasal 47 justru memberikan kejelasan batasan dan mekanisme, bukan ruang campur tangan TNI di ranah sipil

Tujuannya, lanjut dia, adalah menjaga tertib administrasi, profesionalitas, dan kesinambungan pembinaan keprajuritan bagi prajurit yang ditugaskan oleh negara di luar struktur TNI.

Ia menambahkan urgensi sebenarnya dari pemberian kewenangan Panglima TNI dalam pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan sipil adalah memastikan bahwa setiap prajurit yang masih berstatus aktif tetap berada dalam sistem pembinaan yang teratur dan memiliki garis tanggung jawab yang jelas terhadap institusi TNI. 

Pembinaan yang dimaksud, lanjutnya, bersifat administratif dan keprajuritan, seperti status kepangkatan, hak karier, serta pembinaan moral dan kedinasan, yang memang menjadi kewenangan Panglima TNI. 

"Jadi, bukan dalam konteks campur tangan terhadap urusan atau kebijakan lembaga sipil," kata Freddy.

"TNI menegaskan bahwa komitmen terhadap prinsip supremasi sipil tetap kokoh dan tidak berubah," tegasnya.

Dalam pelaksanaannya, lanjut dia, prajurit yang ditugaskan di luar struktur TNI tetap tunduk pada sistem dan aturan kementerian/lembaga tempat ia bertugas, sehingga tidak ada pelanggaran terhadap prinsip supremasi sipil.

Penugasan prajurit di luar struktur militer, ungkap dia, dilakukan secara selektif, berdasarkan kebutuhan negara, dan tetap dalam pengawasan hukum yang berlaku. 

Menurutnya Pasal 47 justru menjadi payung hukum untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses tersebut.
 
"TNI memandang bahwa pembahasan hukum mengenai Pasal 47 ini sangat penting untuk memperjelas batas dan mekanisme penugasan prajurit di luar struktur TNI agar tidak menimbulkan multitafsir," kata dia.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved