Rusuh di Papua
Anggota TNI Gugur di Papua, Moeldoko: Provokator Itu Berharap Aparat Emosi dan Membabi Buta
"Karena kalau kita ikut larut dalam emosi, maka langkah tindakan menjadi tidak terkontrol. Memang sengaja diprovokasi untuk itu..."
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Malvyandie Haryadi
Awalnya, ada 500 orang yang tengah melakukan unjuk rasa di depan kantor Bupati pada Rabu (28/8/2019) pagi, tepatnya pada pukul 09.00 WIB.
Saat dihubungi Kompas.com, Koordinator aksi, Yul Toa Motte menyebut jika aksi ini masih terkait tindakan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Sementara menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, pendemo meminta bupati menandatangani persetujuan referendum.
Aparat sempat berhasil melakukan negosiasi.
Namun, tiba-tiba massa dalam jumlah yang lebih banyak datang dari segala penjuru sambil membawa senjata tajam.
Kerusuhan mulai pecah Rabu siang.
Pada pukul 13.00 WIB, aparat menembakan gas air mata.
”Kemudian dilanjutkan dengan timah peluru. Saya lihat sendiri dengan mata sendiri,” kata Yul, saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Dia menyebut, ada korban dalam kejadian ini.
”Situasi sampai saat ini peluru masih bunyi, masih memanas,” tambah dia.
Sebelumnya, kontak senjata terjadi di wilayah Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).
Satu prajurit TNI AD dikabarkan tewas, sementara dua anggota Polri terluka.
Setelah dikonfirmasi, seorang sumber di Kodam XVII Cendrawasih membenarkan kabar gugurnya satu Anggota TNI AD ini.
Baca: Seorang Wanita Ditemukan Tewas Bersimbah Darah di Rumahnya Kawasan Kebon Jeruk
Baca: Motif Utama Istri Muda Bakar Suami & Anak Tiri, Sengketa Rumah hingga Sempat Ancam Bunuh Pelaku
Anggota TNI AD meninggal akibat terkena panah, demikian pula dua anggota Polri yang berasal dari brimob dan dalmas.
"Kapolres Paniai dan tim masih kontak tembak," aku Irjen Pol Rodja yang dihubungi Antara melalui telepon selularnya dari Jayapura, Rabu.