Senin, 25 Agustus 2025

Revisi UU KPK

Jangan Risaukan Kehadiran Dewan Pengawas KPK

Dia menegaskan dewan pengawas dibutuhkan karena setiap lembaga negara harus selalu diawasi.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Jangan Risaukan Kehadiran Dewan Pengawas KPK
TRIBUNNEWS.COM/BIAN HARNANSA
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pembentukan Dewan Pengawas KPK seperti yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menuai pro dan kontra.

Presiden Jokowi sendiri sudah angkat bicara dalam konferensi pers di Istana Negara, Jumat (13/9/2019) kemarin.

Dia menegaskan dewan pengawas dibutuhkan karena setiap lembaga negara harus selalu diawasi.

Terkait hal itu, pengamat pemberantasan korupsi dan money laundering, Kristiawanto mengatakan usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK hal yang wajar.

Menurutnya, semua lembaga harus ada yang mengawasi.

Baca: Serahkan Tanggung Jawab ke Presiden, Ketua KPK Manja dan Kekanak-kanakan

“Pada prinsipnya, lembaga apapun itu perlu diawasi tidak bisa lembaga tanpa pengawasan itu. Memang pada dasarnya dalam nomenklatur UUD RI 1945, itu kan KPK tidak menjadi bagian dari kelembagaan negara karena sifatnya Adhoc,” kata Kristiawanto kepada wartawan, Sabtu (14/9/2019).

Misalkan, DPR ada yang mengawasi yakni Badan Kehormatan DPR. Kemudian, Polri diawasi oleh Kompolnas RI, kejaksaan juga pengawasnya yakni Komisi Kejaksaan.

Bahkan, Presiden Republik Indonesia pun diawasi oleh Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden).

“Artinya, ada pengawasan. Jadi, bukan hal yang baru istilahnya dalam sebuah ketatanegaraan kita," kata Dosen Hukum Pidana Universitas Jayabaya ini.

Selain itu, Kristiawanto mengatakan adanya Dewan Pengawas KPK juga nanti akan mengawasi kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika dikabulkan dalam revisi UU KPK.

“Iya dong, kalau menurut saya harus seperti itu. Artinya, revisi ini semangatnya harus memperkuat KPK untuk mempercepat akselerasi dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Di samping itu, Kristiawanto menilai adanya usulan kewenangan SP3 di KPK untuk memberikan kepastian hukum dan tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan dalam penanganannya.

Sebab, sekarang kasus korupsi di Indonesia semakin lama malah banyak bukannya surut.

Filosofinya, SP3 itu tidak ada di KPK tujuannya supaya Penyidik KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka atau menyelidiki perkara itu harus dipastikan dulu alat buktinya cukup.

“Faktanya, ketika orang itu tidak terbukti dan alat bukti tidak cukup, jadi tidak ada jalan keluarnya. Makanya, SP3 itu diperlukan. Kalau tidak ada SP3, harusnya KPK hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka," ujarnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan