KPU Larang Mantan Narapidana Korupsi Maju di Pilkada
KPU larang mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam pilkada serentak 2020
Penulis:
Indah Aprilin Cahyani
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum mengajukan draf peraturan KPU atau PKPU dalam rapat dengar pendapat antara komisi pemilihan umum dan komisi II DPR.
Salah satunya mengenai larangan mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam pilkada serentak 2020.
Dilansir dari kanal Youtube KompasTV, Senin (4/11/2019). Selain mantan koruptor, KPU juga melarang terpidana narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak untuk mencalonkan diri dalam pilkada mendatang.
Larangan itu tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf H Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.
Baca: Gelar RDP soal PKPU, Komisi II DPR Kritisi Batas Usia Perekrutan Petugas KPPS
Larangan menyebutkan, warga negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Wacana larangan mantan koruptor mencalonkan diri sebagai peserta pemilu bukan hanya sekali dilemparkan KPU.
Jelang pemilu serentak 2019 lalu, KPU pernah membuat aturan yang melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (31/7/2019). Hal ini dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.
Baca: Johan Budi kepada KPU: Pasal atau Ayat dalam PKPU Harus Jelas, Jangan Multitafsir
UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sama sekali tidak memuat larangan mantan koruptor untuk mencalonkan diri.
Aturan ini dianggap merugikan sebagian pihak, sebab mereka tak bisa maju di Pemilu 2019 karena tak diloloskan KPU sebagai caleg.
Sebagian dari mereka menggugat ke Bawaslu. Oleh Bawaslu, para mantan koruptor ini justru dinyatakan lolos sebagai caleg.
Sementara KPU berpedoman pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang sah secara hukum.
Baca: Mau Lebih Fokus Bahas Substansi, Johan Budi Usul RDP PKPU Digelar Lagi Besok
Dua putusan penyelenggara pemilu yang berbeda ini sempat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Di saat bersamaan, sebagian pihak yang merasa dirugikan juga menggugat putusan KPU ke Mahkamah Agung (MA).
MA mengabulkan gugatan tersebut dan meminta KPU untuk menghapus larangan mantan koruptor mencalonkan diri.
Dengan kata lain, mantan napi korupsi boleh mencalonkan diri lagi. Akhirnya, ada 81 mantan koruptor yang maju berkontestasi di Pemilu 2019.
Selain mengatur tentang latar belakang calon, rancangan PKPU juga mengatur pencalonan perseorangan.
"Kemarin itu kan kita atur untuk Pileg, Pileg kemudian di batalkan oleh Mahkamah Agung ketika dilakukan judicial review," ujar Ketua KPU Arif Budiman.
Arif Budiman mengatakan kedepannya yang sedang dalam pembahasan adalah peraturan KPU tentang pemilihan kepala daerah.
Pemilihan kepala daerah natinya yang akan dipilih adalah satu orang dan akan menjadi pemimpin di wilayah tersebut.
Baca: Bolehkah Mantan Napi Korupsi Ikut Pilkada? Ini Penjelasan KPU Kepri
Arif berharap satu orang ini yang nantinya terpilih benar-benar terbaik karena pemimpin itu harus menjadi contoh.
Bukan sekedar mampu melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya tetapi juga diharapkan menjadi contoh.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)