Minggu, 28 September 2025

Golkar: Pilkada Langsung Banyak Positifnya

Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menilai Pilkada lebih baik dilakukan secara langsung atau dipilih oleh rakyat.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
Chaerul Umam/Tribunnews.com
Ace Hasan Syadzily. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menilai Pilkada lebih baik dilakukan secara langsung atau dipilih oleh rakyat.

Pernyataan Ace tersebut merespons rencana Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang akan mengevaluasi Pilkada langsung.

"Ya kita sejauh ini masih konsisten bahwa Pilkada lebih baik dilaksanakan secara langsung," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Baca: Jokowi: Tidak Pernah Saya Dirangkul Bang Surya Paloh Seerat Dengan Sohibul Iman

Baca: Atap SDN di Pasuruan Ambruk, DPR: Harus Diinvestigasi

Baca: Nasdem Pasang Target Geser PDIP Dalam Pemilu 2024

Ace tidak sependapat dengan Tito yang masih meragukan dampak positif dari Pilkada secara langsung.

Menurut Ace, dengan Pilkada langsung suara rakyat benar benar terwakilkan.

"Ya tentu positifnya, karena suara rakyat kan bisa terejawantahkan secara langsung," katanya.

Menurut Ace, Pilkada langsung atau tidak langsung merupakan perdebatan lama.

Hanya saja yang pasti Partai Golkar selal konsisten bahwa Pilkada sebaiknya dilakukan secara langsung, tidak dipilih DPRD. Ia menilai terjadi kemunduran demokrasi apabila Pilkada dilakukan secara tidak langsung.

"Ya tentu menurut saya itu sebuah kemunduran. Itu perdebatan lama, Golkar sampai saat ini masih konsisten dengan Pilkada secara langsung," katanya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.

Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan Pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).

"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito.

Sebagai mantan Kapolri ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.

"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," katanya.

Tito berpandangan bahwa mudarat Pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari Pilkada langung.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan