Rabu, 27 Agustus 2025

Sidang Perdana Uji Materi Tentang Syarat Usia Pemilih, KPI dan Perludem Jelaskan Dampaknya Bagi Anak

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pemeriksaan Pendahuluan Pengujian materil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014

Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
Gita Irawan/Tribunnews.com
Sekretaris Jenderal KPI Dian Kartikasari dan Direktur Perludem Titi Anggraini usai sidang Pemeriksaan Pendahuluan Pengujian materil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (20/11/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pemeriksaan Pendahuluan Pengujian materil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (20/11/2019).

Permohonan yang diregistrasi dengan nomor perkara 75/PUU-XVII/2019 yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) tersebut menguji norma Pasal 1 angka 6 frasa “atau sudah/pernah kawin”.

Pasal 1 angka 6 menyatakan, “Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan”.

Usai sidang, Sekretaris Jenderal KPI Dian Kartikasari menjelaskan kerugian konstitusionalnya bagi anak.

Menurutnya, dengan adanya frasa atau sudah/pernah kawin tersebut maka anak-anak yang melakukan pernikahan usia di bawah 17 tahun akan memilih dengan tidak bebas.

"Kerugian konstitusionalnya anak-anak dipaksa untuk membuat pilihan-pilihan yang sesungguhnya di luar batas pengetahuan dan kesadarannya untuk memilih. Sehingga memilih dengan tidak secara bebas. Dia tidak bisa memilih siapa yang paling baik dalam kontestasi politik," kata Dian di Gedung MK Jakarta Pusat pada Rabu (20/11/2019).

Ia menggambarkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 angka pernikahan usia anak atau di bawah 16 tahun relatif tinggi yakni sekira seperempat dari 80 juta anak di Indonesia.

"Data BPS tahun 2017, secara nasional itu jumlahnya ada 25,7 persen dari jumlah anak yang jumlahnya 80 juta. Tapi selain angka nasional itu ada 23 provinsi yang angkanya di atas 25,7 persen. Ada yang 39 persen, bahkan 43 persen seperti di Kalimantan Selatan. Jawa Timur 33 persen," kata Dian.

Tidak hanya itu, Direktur Perludem Titi Anggraini, juga menilai frasa tersebut juga mempersulit Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan pemutakhiran data pemilih.

Terlebih menurutnya, tingginya jumlah pemilih di bawah usia 17 tahun merupakan satu di antara yang menjadi sorotan ketika Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi.

Ia menilai, ada keraguan validitas, akurasi, dan juga kualitas DPT karena ditemukan pemilih-pemilih di bawah usia 17 tahun.

"Dengan demikian syarat dan sudah/pernah kawin dihilangkan memudahkan KPU dalam melakukan pemutakhiran data pemilih. Sehingga ada satu standard yang sama yang digunakan bersamaan antara usia 17 kepemlikan KTP dalam rentang yang tidak ganda," kata Titi.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan