Ahok Masuk BUMN
Resmi Menjabat Komisaris Utama Pertamina, Berapa Gaji yang akan Diterima Ahok?
Erick Thohir menyatakan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok kini resmi menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Berikut besaran gajinya.
Penulis:
Widyadewi Metta Adya Irani
Editor:
bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok kini resmi menjabat Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
Pernyataan tersebut diungkap oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Jumat (22/11/2019).
"Insya Allah sudah putus dari beliau, Pak Basuki akan jadi Komut Pertamina.
Ahok akan didampingi pak Wamen Budi Sadikin jadi Wakil Komisaris Utama." kata Erick di Istana Negara, Jakarta, seperti yang diberitakan Kompas.com.
Menggantikan posisi Tanri Abeng, dilansir dari tayangan Kompas TV, Ahok akan menerima gaji sebesar Rp 3,2 miliar per bulan.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Ahok akan menerima gaji dan imbalan sebesar 47,23 juta dolar atau setara Rp 661 miliar dalam satu tahun.
Dalam mengemban amanahnya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Erick Thohir menyebutkan, Ahok akan didampingi oleh Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sebagai Wakil Komisaris Utama.
"Ahok akan didampingi Pak Wamen Budi Sadikin jadi Wakil Komisaris Utama," kata Erick di Istana Negara, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Adapun Emma Sri Martini yang akan menjadi Direktur Keuangan Pertamina.
Diketahui, saat ini Emma Sri menjabat sebagai Dirut Telkomsel.
Respon Sekjen PDIP

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok tak harus mundur dari keanggotaan partai bila diangkat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (persero).
"Kalau posisinya adalah sebagai komisaris, berdasarkan ketentuan undang-undang BUMN, Pak Ahok tidak masuk di dalam kategori sebagai pimpinan dewan pimpinan partai.
Dengan demikian tidak harus mengundurkan diri berdasarkan ketentuan undang-undang," kata Hasto Kristiyanto di sela-sela Sekolah Pimpinan Dewan PDIP, di Wisma Kinasih, Tapos, Depok, Jawa Barat, Jumat (22/11/2019).
Hasto Kristiyanto meminta agar tak ada kecurigaan berlebih dengan keberadaan Ahok di BUMN seperti akan terjadi kongkalikong dengan kepentingan koruptif tertentu.
Ia mengingatkan PDI Perjuangan punya pengalaman menjalankan kekuasaan pemerintahan.
Menurutnya pada 2001 hingga 2004, Megawati Soekarnoputri sebagai presiden menghadapi krisis multidimensi.
Saat itu rakyat mencatat bagaimana kepentingan partai dan kepentingan di dalam pengelolaan negara dipisahkan dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.
Skala prioritas adalah menyelesaikan krisis multidimensi.
"Karena itulah kami menjaga marwah kekuasaan untuk bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan orang perorang.
Demikian pula di dalam pengelolaan BUMN itu sendiri," ucap Hasto Kristiyanto.
Lebih lanjut, Hasto Kristiyanto pun menyinggung soal sejumlah oknum serikat pekerja Pertamina yang menolak Ahok.
Hasto mengatakan dalam UU BUMN pihak manapun dilarang campur tangan di dalam penempatan yang bersifat strategis.
Termasuk penempatan direksi dan komisaris.
Dikabarkan sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bisa langsung menjabat komisaris utama PT Pertamina (persero) pada hari ini.
Ahok ditunjuk menjadi Komisris Utama Pertamina setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui proses Tim Penilai Akhir (TPA).
"Pertamina bukan Tbk (perusahaan terbuka), jadi bisa segera diproses jadi komisaris utama, bisa hari ini atau Senin," kata Erick Thohir di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Sementara terkait adanya penolakan dari serikat pekerja Pertamina soal penunjukan Ahok, Erick Thohir menilai dalam penempatan setiap orang di sebuah perusahaan, pasti ada pro dan kontra.
"Terpenting begini, kasih kesempatan bekerja dan lihat hasilnya. Kadang-kadang kita suuzon orang ini begini-begini tanpa melihat hasil," katanya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Respons Sekjen PDIP Soal Ahok Jadi Komisaris Utama Pertamina: Tidak Harus Mundur Dari Partai
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Fransiskus Adhiyuda Prasetia) (Kompas.com)