Jumat, 5 September 2025

Virus Corona

Jokowi Tolak Lockdown, DPR Tawarkan Solusi Lain

Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengungkap solusi lain untuk virus corona jika Jokowi tak mau lockdown. Yakni tingkatkan sense of crisis.

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pemerintah pusat belum ada rencana lockdown untuk menekan penyebaran virus corona di Indonesia.

Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menyebut jika lockdown menjadi pilihan terakhir, maka pemerintah bisa mengambil solusi peningkatan sense of crisis.

Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkap Bobby dalam tayangan Sapa Indonesia Pagi unggahan YouTube KOMPASTV, Senin (16/3/2020).

Sebelumnya, sudah tersambung warga dari berbagai daerah melalui telewicara yang mayoritas kurang setuju dengan opsi lockdown.

Bagi Bobby, wajar jika banyak masyarakat yang tidak setuju dengan lockdown lantaran akan menimbulkan permasalahan lain.

Yakni terbelenggunya hak-hak masyarakat, ditambah dengan masyarakat yang harus selalu berhadapan dengan aparat penertib yang bisa jadi ditugaskan selama lockdown.

"Jadi, kalau memang kita lihat dari aspirasi publik, lockdown itu adalah opsi terakhir," ujar Bobby.

"Karena ada penangguhan hak sipil, ada keadaan yang memaksa oleh aparat," sambungnya.

Baca: Langkah Strategis Kementerian ATR/BPN Mitigasi Covid-19

Baca: Hari Ini, Dirut RSPI Sebut Pasien Kasus 23 Sudah Dipulangkan

Jika pemerintah Indonesia tidak akan lockdown seperti halnya Singapura, Bobby mengusulkan solusi lain yakni peningkatan sense of crisis.

Meningkatkan sense of crisis di masyarakat berarti mendorong masyarakat untuk lebih peka terhadap situasi dan kondisi saat ini.

"Solusinya kalau tidak ambil opsi lockdown seperti di beberapa negara, seperti Singapura yang paling dekat, itu adalah dengan meningkatkan sense of crisis," ungkap Bobby.

Peningkatan sense of crisis bisa dilakukan dengan cara sosialisasi mengenai bahaya virus corona sekaligus menginformasikan soal fasilitas kesehatan yang tersedia.

"Meningkatkan sense of crisis di masyarakat, baik itu dengan sosialisasi, dan juga kemampuan deteksi dini dari pemerintah," jelas Bobby.

Jika pemerintah mengambil opsi ini, maka pemerintah harus memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang diinformasikan pada masyarakat sudah berstandar tinggi.

Faktanya, hingga saat ini fasilitas kesehatan untuk menangani Covid-19 dinilai masih kurang.

"Dan juga yang paling utama adalah memastikan infrastruktur kesehatan itu mampu melayani masyarakat," kata Bobby.

"Tadi sudah disampaikan infrastruktur isolasi itu masih sangat-sangat kurang," imbuhnya.

Menurut Bobby, pemerintah harus sejak dini memikirkan kemungkinan terburuk sehingga ada kesiapan matang untuk menghadapi corona.

"Kita perlu meningkatkan, misalkan, pemerintah langsung menghitung kalau ada 20.000 kasus, ini isolasinya di mana," paparnya.

"Jadi excercise untuk meningkatkan sense of crisis itulah jawabannya kalau tidak pakai lockdown," pungkasnya.

Berikut video lengkapnya:

Pengamat sebut lockdown sudah terlambat

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Agus Pambagio menyebut semuanya memang sudah terlambat.

Jika sampai lockdown benar dilakukan dalam waktu dekat ini, maka biaya yang dibutuhkan akan sangat besar.

Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Agus dalam tayangan SAPA INDONESIA MALAM, kanal YouTube KOMPASTV, Minggu (15/3/2020).

Sebelum Agus berpendapat, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra M Taufik serta Tenaga Ahli Utama KSP Brian Sriprahastuti sempat menjawab soal rencana lockdown.

Taufik condong dengan pendapat Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang sempat menyinggung lockdown, sedangkan Brian condong pada keputusan pemerintah pusat untuk tidak lockdown.

Ketika diminta memilih dua pendapat itu, Agus menyebut memang kini semuanya sudah terlambat.

Agus menyebut dirinya sudah mengusulkan lockdown sejak Januari 2020 lalu ketika belum ada wabah corona di Indonesia.

"Kalau kita bicara pendekatan sekarang sudah terlambat," ucap Agus.

"Saya sudah ngomong seperti ini kira-kira bulan Januari, karena waktu itu kan kita masih (belum ada)," imbuhnya.

Baca: UPDATE: Data Lengkap Jumlah Pasien Positif Corona, PDP, dan ODP di Jawa Tengah

Baca: UPDATE Corona, Lebih dari 182 Ribu Kasus dengan Angka Kematian 7.172

Agus sempat mengusulkan untuk memberlakukan lockdown di beberapa pintu masuk turis China seperti Manado, Bali, Jakarta, dan Riau.

Seharusnya lockdown di daerah tersebut sudah dilakukan sejak Januari 2020.

Namun jika lockdown dilakukan dalam waktu dekat ini, maka biaya yang dibutuhkan akan sangat besar.

"Misalnya me-lockdown-kan, Manado, Bali, Jakarta, dan Riau, karena itu pusat tempat turis dari China, baik charter maupun reguler datang, dari Singapura juga," terang Agus.

"Tapi kan tidak dilakukan, nah sekarang sudah menyebar, jadi kalau mau di-lockdown, cost-nya besar sekali," sambungnya.

Jika pemerintah memang ingin lakukan lockdown, maka harus direncanakan secara matang bagaimana pembagian logistik kepada masyarakat.

"Kemudian siapa yang membagi makanan, siapa yang mau membagi macam-macam, TNI atau polisi, kan harus di-manage dengan baik," ujar Agus.

Kini, bagi Agus, kebijakan lockdown kurang tepat, kecuali pemerintah memiliki biaya yang besar dan siap dikucurkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Iya (tidak bijak jika lockdown), bijak kalau ada uangnya, masalahnya ini perlu dana cukup besar, kemudian mekanismenya bagaimana," kata Agus.

Berikut video lengkapnya:

 

Jokowi belum terpikir untuk lockdown

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kebijakan lockdown tak bisa diputuskan oleh pemerintah daerah.

Jokowi menyebut kebijakan lockdown hanya akan terjadi jika pemerintah pusat sudah memutuskan.

Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Jokowi dalam konferensi pers menanggapi wabah virus corona di Indonesia, kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (16/3/2020).

Jokowi menyebut pemerintah pusat dan daerah harus berkoordinasi dan tidak membuat kebijakan secara mandiri tanpa ditelaah dampaknya.

Ia mengkhawatirkan jika ada daerah yang membuat kebijakan sendiri tanpa memikirkan dampaknya maka bisa memperburuk keadaan.

"Semua kebijakan, baik kebijakan pemerintah pusat, maupun kebijakan pemerintah daerah, akan dan harus ditelaah secara mendalam agar efektif menyelesaikan masalah dan tidak semakin memperburuk keadaan," terang Jokowi.

Jokowi kemudian menyinggung soal kebijakan lockdown yang tidak bisa dilakukan pemerintah daerah.

Lockdown hanya akan terjadi kalau pemerintah pusat sudah memutuskan demikian.

"Perlu saya tegaskan, yang pertama, bahwa bahwa kebijakan lockdown, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat daerah, adalah kebijakan pemerintah pusat," tegasnya.

"Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah," imbuhnya.

Jokowi menyebut pemerintah pusat hingga saat ini belum ada rencana untuk lockdown.

"Dan sampai saat ini, tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown," kata Jokowi.

Maka dari itu, Jokowi menjelaskan masyarakat lebih baik melakukan tindakan pencegahan seperti yang sudah disosialisasikan.

Misalnya dengan mengurangi kegiatan di luar dan menghindari keramaian.

"Sekarang ini yang paling penting, yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat yang lain, menjaga jarak," imbau.

"Dan mengurangi kerumunan orang yang membawa risiko lebih besar pada penyebaran Covid-19," tambahnya.

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan