Jumat, 21 November 2025

Pentingnya Pola Asuh Agar Anak Tak Jadi Target Rekrutmen Kelompok Teror

Fenomena anak menjadi target rekrutmen kelompok teror menjadi pertanda pentingnya pola asuh keluarga.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Wahyu Aji
Dokumentasi pribadi
POLA ASUH ANAK - Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah. Dirinya menyebut fenomena anak menjadi target rekrutmen kelompok teror menjadi pertanda pentingnya pola asuh keluarga. 

Ringkasan Berita:
  • Anak-anak semakin menjadi target rekrutmen kelompok teror melalui media sosial dan platform digital.
  • Pengamat terorisme UI, Muhammad Syauqillah, menilai lemahnya pengawasan gawai.
  • KPAI mengapresiasi langkah Polri dan Densus 88 yang berhasil mengungkap kasus ini.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena anak menjadi target rekrutmen kelompok teror menjadi pertanda pentingnya pola asuh keluarga.

Hal itu disampaikan Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah dalam keterangannya Kamis (20/11/2025). 

"Bagi kelompok teror anak menjadi target empuk karena mudahnya mimikri anak terhadap konten dan minimnya regulasi pembatasan anak terhadap gawai dan media sosial," ucapnya.

Menurutnya, keterlibatan anak ini hampir sebagian besar non jaringan teror.

Berbeda dengan anak pada jaringan ISIS dan JI di masa lalu.

Hal ini memberikan anasir bahwa paham radikalisme dan terorisme tidak hanya hinggap pada usia-usia tertentu saja. 

"Fenomena ini patut menjadi kewaspadaan bagi seluruh keluarga di Indonesia tanpa melihat sekat identitas, agama, suku apapun, keharmonisan dan pola asuh anak adalah kunci bagi upaya pencegahan anak terlibat dalam kelompok teror dan kekerasan," tambahnya.

Dosen dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) ini telah mendorong 5 program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) mulai tahun 2019 hingga 2023. 

Program PPM yang dilaksanakan bersama dengan timnya berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui edukasi digital, pemberdayaan ekonomi bagi mantan narapidana, dan pencegahan kekerasan. 

Diketahui, sebanyak 110 anak berusia 10–18 tahun di 26 provinsi menjadi target rekrutmen kelompok teroris melalui media sosial dan platform digital

Angka tersebut dirilis oleh aparat penegak hukum Densus 88 AT Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Jawa Barat dan DKI Jakarta menjadi daerah dengan kasus tertinggi.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menerangkan perekrutan dilakukan secara sistematis. 

Awalnya, propaganda disebarkan di platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game daring. 

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved