Jumat, 22 Agustus 2025

Virus Corona

YLBHI: Karantina Wilayah Tanpa Dasar Undang-Undang Langgar Hak Warga Negara

Menurut Isnur, pihaknya mendapatkan cukup banyak laporan pembubaran kerumunan oleh aparat kepolisian

KOMPAS.com/Tresno Setiadi
Seorang warga bersepeda melintasi jalan protokol Kota Tegal yang sudah dibatasi dengan ditutup water barrier, Sabtu (28/3/2020)(KOMPAS.com/Tresno Setiadi) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Tribunnews.com, Glery Lazuard

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhammad Isnur mengatakan, pemberlakuan karantina wilayah secara diam-diam dan tidak berdasarkan undang-undang merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara.

Menurut Isnur, pihaknya mendapatkan cukup banyak laporan pembubaran kerumunan oleh aparat kepolisian.

Baca: Rencana DKI Karantina Wilayah, Ada Opsi Larangan Kendaraan Pribadi Beredar di Ruas Jalan Jakarta

Padahal, kata dia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan mengamanatkan penetapan status “Kedaruratan Kesehatan Masyarakat” dari Presiden Republik Indonesia.

“Pemberlakuan situasi darurat, termasuk karantina, secara diam-diam tidak saja perbuatan curang menghindar dari kewajiban tetapi juga membahayakan rakyat khususnya yang miskin dan rentan,” kata dia, dalam keterangannya, Senin (30/3/2020).

Sebelum status darurat kesehatan tersebut, kata dia, diperlukan aturan Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penetapan dan Pencabutan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebelum dilakukan tindakan-tindakan tertentu termasuk karantina.

Dia menjelaskan, UU Kekarantinaan Kesehatan juga mensyaratkan PP tentang Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan pengaturan lebih lanjut mengenai Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah serta Pembatasan Sosial Berskala besar.  

“Hak untuk dipenuhi pangan dan kebutuhan lainnya selama masa darurat menjadi tidak ada tetapi mereka justru dikriminalkan karena tidak mengikuti status darurat, yang sebenarnya belum ada,” kata dia.

Sejauh ini selama pendemi coronavirus disease (covid-19), kata dia, baru diterbitkan Keputusan Presiden tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan.

“Apabila Presiden melarang daerah melakukan lock down karena wewenang ada pada dirinya, sungguh aneh Presiden membiarkan status darurat dikeluarkan SK Kepala BNPB dan tidak mengambil tanggung jawab sesuai UU untuk menetapkannya,” kata dia.

Aturan-aturan tersebut bukan semata pengaturan wewenang atau bersifat birokratis tetapi lebih dari itu untuk menjamin pengaturan tersebut tidak sewenang-wenang dan pelaksanaannya melampaui apa yang sudah ditetapkan.

Oleh karena itu, dia menegaskan, mengkriminalkan rakyat hanya berdasarkan maklumat dan belum ada penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dari Pemerintah adalah perbuatan semena-mena dan melawan hukum.

Baca: Respon Wali Kota Bekasi soal Rencana Jakarta Berlakukan Karantina Wilayah

YLBHI menilai upaya meminta masyarakat untuk tetap tinggal dirumah dapat dilakukan dengan cara penyadaran. Penggunaan pidana dalam hal ini hanya akan menempatkan yang bersangkutan dalam situasi rentan.

“Hal ini karena dalam proses pidana yang akan dijalani sulit memberlakukan physical distancing karena fasilitas yang minim. Apalagi jika ditahan mengingat nyaris seluruh rutan dan Lapas di Indonesia mengalami over-crowding,” tambahnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan