Rabu, 1 Oktober 2025

Virus Corona

Wabah Corona, Sudah 35.676 Narapidana Dibebaskan

Kemenkumham membebaskan 35.676 Narapidana dan Anak melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus corona.

Tribun Bali/I Gede Jaka Santhosa
Foto ilustrasi narapidana di blok tahanan di Rutan Klas II Negara 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengeluarkan dan membebaskan 35.676 Narapidana dan Anak melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus corona. Data tersebut dirilis per Rabu (8/4) pukul 09.00 WIB.

"Hingga saat ini yang keluar dan bebas 35.676. Melalui asimilasi 33.861 dan integrasi 1.815 Narapidana dan Anak," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti kepada wartawan, Rabu (8/4/2020).

Kementerian yang dipimpin oleh Yasonna H. Laoly itu tengah menggalakkan program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi penularan virus corona (Covid-19) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang melebihi kapasitas.

Baca: Program Padat Karya Tunai Diakselerasi untuk Topang Daya Beli

Baca: Kiper Persita Annas Fitrianto Bercita-cita Jadi Kiper Timnas Indonesia dan Bela Arema FC

Baca: Situs Archewell Meghan Markle & Harry Jadi Sasaran Netizen Jahil, Teralihkan ke YouTube Kanye West

Kemenkumham menargetkan sekitar 30.000 hingga 35.000 Narapidana dan Anak dapat keluar dan bebas melalui program asimilasi dan integrasi.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho menyatakan pihaknya bakal menyelesaikan tugas tersebut dalam target waktu tujuh hari sebagaimana arahan Yasonna.

"Harapan kami bahwa perkiraan kurang lebih 30 ribu itu bisa tercapai. Pesan dari Pak Menteri sedapat-dapatnya pelaksanaan Permenkumham Nomor 10 ini dalam 7 hari bisa dilaksanakan," katanya.

Program asimilasi dan integrasi tersebut tidak berlaku bagi pelaku kejahatan tindak pidana luar biasa seperti teroris dan korupsi sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur pengetatan remisi.

Semula, Yasonna berencana merevisi PP tersebut. Ia merinci setidaknya terdapat empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui proses asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.

Kriteria pertama, terang dia, adalah narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana lima sampai sepuluh tahun yang sudah menjalani 2/3 masa tahanan.

"Akan kami berikan asimilasi di rumah. Kami perkirakan 15.442 [terpidana narkotika] per hari ini datanya. Mungkin akan bertambah per hari," kata Yasonna dalam rapat dengan DPR, Rabu (1/4).

Kriteria kedua, lanjut dia, usulan pembebasan itu berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. "Ini sebanyak 300 orang," lanjut dia.

Kriteria ketiga yakni bagi narapidana tindak pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. "Itu harus dinyatakan oleh rumah sakit pemerintah," terangnya.

Sedangkan kriteria terakhir berlaku bagi narapidana WNA asing sebanyak 53 orang. Rencana itu mendapat kritikan keras dari sejumlah kalangan masyarakat sipil dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun belakangan, baik Presiden Jokowi Widodo maupun Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyatakan menolak usulan pembebasan koruptor.

Sampai Masa Darurat

Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti menjelaskan, program asimilasi dan integrasi akan terus berjalan hingga masa darurat Covid-19 yang ditetapkan pemerintah usai.

"Sampai berhentinya darurat Covid-19 sesuai dengan penetapan pemerintah, Pasal 23 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020," kata Rika kepada wartawan, Rabu (8/4).

Pasal 23 sendiri berbunyi: (1) Peraturan Menteri ini berlaku bagi narapidana yang tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dan anak yang tanggal 4 (satu per dua) masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

(2) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir sampai dengan masa kedaruratan terhadap penanggulangan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah berakhir.

Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperpanjang masa darurat bencana wabah Virus Corona di Indonesia. Masa darurat bencana diperpanjang menjadi 91 hari sejak 29 Februari 2020 sampai dengan 29 Mei 2020.

"Perpanjangan Status Keadaan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) hari, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020."

Pernyataan tersebut tertulis dalam surat Keputusan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.

Dalam surat yang ditandatangani oleh Kepala BNPB Doni Monardo, juga menjelaskan bahwa segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan kepada Dana Siap Pakai yang ada di BNPB. Dan keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Keputusan dikeluarkan dengan beberapa pertimbangan di antaranya bahwa Indonesia mengantisipasi penyebaran virus corona, penyebaran virus corona semakin meluas dan menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa, kerugian harta benda, dampak psikologis pada masyarakat serta mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. (ilham/tribunnetwork/cep)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved