Rabu, 13 Agustus 2025

Iuran BPJS Kesehatan Naik

Pemerintah Naikkan Lagi Iuran BPJS, Ini Reaksi DPR, Masyarakat, hingga Mahkamah Agung

Penaikan iuran itu tak tanggung-tanggung, mencapai hampir 100 persen untuk Kelas I dan Kelas II.

Penulis: Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga menunjukkan Kartu Indonesia Sehat di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri resmi naik per 1 Juli 2020 mendatang, meski begitu peserta Kelas III masih mendapatkan subsidi sampai Desember 2020. Pemerintah menetapkan iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 42.000, meski begitu peserta kelas terendah ini tetap membayar Rp 25.500 karena mendapatkan subsidi. Sementara untuk kelas II dan III sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Ia menilai Jokowi telah mengabaikan putusan Mahkamah Agung soal iuran BPJS Kesehatan.

"Penerbitan Perpres ini bukan pelaksanaan amar putusan Mahkamah Agung, di mana apa yang diperintahkan oleh Mahkamah Agung untuk dilaksanakan tetap belum dilaksanakan," kata Kurniasih.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beralasan penaikan iuran BPJS bertujuan untuk menjaga keberlanjutan BPJS Kesehatan itu sendiri.

"Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, ini adalah untuk menjaga keberlanjutan BPJS Kesehatan. Namun, tetap ada iuran yang disubsidi pemerintah," ujar dia dalam konferensi video, Rabu (13/5/2020).

Mahkamah Agung sendiri enggan mengomentari Perpres yang baru dikeluarkan Jokowi ini.

Juru Bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro mengatakan, penaikan iuran BPJS merupakan kewenangan pemerintah.

"Mahkamah Agung tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi, sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah," kata Andi saat dihubungi, Rabu (13/5/2020).

Namun jika mengacu pada putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung pada 27 Februari 2020 lalu, yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019, Pemerintah semestinya tidak boleh menaikkan iuran dengan alasan untuk menutup defisit yang dialami BPJS Kesehatan.

Dalam salah satu pertimbangan putusannya dengan nomor registrasi 7 P/HUM/2020 itu, Mahkamah Agung menyebut bahwa defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tidak boleh dibebankan kepada masyarakat dengan menaikkan iuran bagi peserta.

Apalagi dalam kondisi ekonomi global saat ini yang sedang tidak menentu.

Mahkamah Agung menilai defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan selama ini lebih disebabkan karena kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS.

Selain itu, kata Mahkamah Agung, ada akar masalah yang terabaikan yaitu manajemen atau tata kelola BPJS secara keseluruhan.

Inilah yang seharusnya dibenahi.

Majelis hakim Mahkamah Agung yang terdiri dari Yosran, Yodi Martono Wahyunadi, dan Supandi itu , SH., kemudian memaparkan kondisi BPJS Kesehatan mengutip hasil audit BPKP dalam rapat di DPR.

Salah satunya ialah keuangan BPJS yang selalu defisit setiap tahun sehingga sulit membayar utang ke rumah sakit.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan