Pilkada Serentak 2020
KPU Diminta Tegas Diskualifikasi Calon Kepala Daerah Mantan Pecandu Narkoba
partai dan KPU harus memiliki inisiatif untuk mencegah mantan pengguna dan pecandu narkoba menjadi kepala daerah.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengeluarkan peraturan tentang larangan mantan pengguna dan pecandu narkoba maju pada Pilkada 2020, mendatang.
Menurutnya, partai politik dan KPU harus merespon positif putusan MK tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ini.
"Bagaimana keputusan MK itu singkron dan dijalankan oleh partai dan KPU terutama. Artinya setelah MK bilang pecandu narkoba dilarang nyalon ya harus diterjemahkan oleh KPU bahwa partai manapun yang mengusung calon pecandu narkoba ya didiskualifikasi," kata Adi saat dihubungi wartawan, Rabu (8/7/2020).
Baca: KPU Diminta Terbitkan Regulasi Larangan Mantan Pengguna Narkoba Maju di Pilkada
Menurut Adi, partai dan KPU harus memiliki inisiatif untuk mencegah mantan pengguna dan pecandu narkoba menjadi kepala daerah.
Sebab, orang yang pernah terlibat dalam penyalagunaan narkoba berpotensi menjadi pecandu obat-obatan terlarang tersebut.
"Maka sebelum terjadi aneh-aneh makanya putusan MK itu harus diterjemahkan sebagai larangan kepada pecandu dan mantan pecandu untuk maju sebelum terjadi yang aneh-aneh. Apalagi ada keterangan dokter yang mengatakan susah untuk recovery 100 persen seperti sediakala kalau untuk pecandu. Bagaimana mungkin seorang pecandu narkoba misalnya harus menjadi pemimpin. Kalau dia sakau jadi pemimpin bagaimana," ucapnya.
Adi pun menilai, aneh jika KPU tidak menerjemahkan putusan MK tentang larangan pengguna narkoba tersebut.
Putusan MK tersebut harus disambut positif oleh KPU karena narkoba merupakan kejahatan luar biasa. KPU jangan sampai memberikan ruang celah kepada partai untuk mengusung mantan pengguna dan pecandu narkoba.
"Kan lucu kalau MK memutuskan tidak boleh maju tiba-tiba KPU enggak ada aturan. Itu pasti menjadi celah bagi partai. Partai ini kan pasti sudah menghutung, dan masyarakat juga kan belum mau peduli mau mantan narapidana, mantan narkoba, selama dia mampu meyakinkan masyarakat, apalagi duitnya banyak ya pasti menang," ujarnya.
"Makanya untuk mengantispasi yang tidak diinginkan KPU harus bergerak cepat menterjemahkan isi putusan MK itu. Entah dalam putusan PKPU atau bentuk regulasi lainnya," jelas Adi.
Lebih lanjut, Adi juga meminta Bawaslu lebih serius bekerja, terutama dalam bidang pengawasan dan pencegahan potensi pelanggaran partai dan calon yang akan bertarung di Pilkada.
Misalnya, kata Adi, terkait bentuk transaksi politik, seperti transaksi logistik dan politik uang. Segala bentuk transaksi tersebut, ditegaskan Adi, dilarang oleh Undang-Undang.
"Misalnya contoh berapa persen kasus praktik suap dan praktik politik uang bisa disidangkan dan diputuskan bersalah, enggak ada kan. Apalagi kalau mahar politik. Belum pernah dengar praktik mahar poliitk yang melibatkan partai dengan kandidat itu bisa diselsaikan oleh bawaslu dan didiskualifikasi. enggak itu," tandasnya.