PKS: Normalisasi Hubungan UEA-Israel Berpengaruh Terhadap Perubahan Geopolitik Timur Tengah
hubungan Israel dan Uni Emirat Arab kini makin akur usai meneken perjanjian diplomatik.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR fraksi PKS Sukamta menilai normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dengan Israel akan berpengaruh terhadap perubahan geopolitik di Timur Tengah.
Diketahui, hubungan Israel dan Uni Emirat Arab kini makin akur usai meneken perjanjian diplomatik.
Perjanjian itu akan diikuti dengan perjanjian lainnya, termasuk bekerja sama untuk mengembangkan alat tes Corona.
Sukamta khawatir langkah UEA akan diikuti oleh negara-negara teluk lainnya.
Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk 'Pergeseran Geopolitik Timtengah pasca Perjanjian UEA-Israel dan Ledakan Lebanon serta Respons Kebijakan Luar Negeri RI', Sabtu (22/8/2020).
Baca: Warga Gaza Palestina Demo Hingga Injak Poster Netanyahu dan Trump, Tolak Kesepakatan UEA-Israel
"Saya melihat normalisasi ini berpengaruh terhadap perubahan geopolitik di Timur Tengah, di Oman dan Bahrain itu dikabarkan akan menyusul akan melakukan normalisasi," kata Sukamta.
Sukamta menilai, jika Oman dan Bahrain mengikuti jejak UEA membuka hubungan diplomatik dengan Israel, akan menimbulkan dua faksi negara yang pro dan kontra terhadap Israel.
"Jika itu juga segera diikuti oleh negara-negara teluk Oman dan Bahrain kemudian negara teluk ini akan betul-betul terbelah, kemungkinan terbesar yang menjalin hubungan resmi dengan Israel dengan yang tidak pro Israel," ucapnya.
Sukamta juga menilai pembagian pengaruh dapat meluas ke Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), antara pemimpin saat ini Arab Saudi berhadapan dengan Turki.
Ia melihat, dalam beberapa pertemuan upaya dalam kemerdekaan Palestina tidak terlalu digaungkan di dunia internasional.
"Tentu ini cukup menarik untuk kita amati tetapi cukup memprihatinkan bagi kita, bagi negara yang konsen dalam upaya kemerdekaan Palestina," ujarnya.
Untuk menyikapi itu, Sukamta menyarankan pemerintah Indonesia harus memperimbangkan norma dan aspirasi masyarakat, serta perlu jeli dalam memetakan situasi dan kondisi Timur Tengah.
"Sedapat mungkin tidak masuk dalan wilayah konflik dan dapat menjalin kerja sama dengan semua pihak yang menguntungkan kepentingan nasional," pungkasnya.