Pilkada Serentak 2020
KPU: Bakal Calon Kepala Daerah yang Positif Covid-19 Bisa Diganti Jika Tidak Sembuh Dalam 14 Hari
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan penetapan pasangan calon Peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020
Penulis:
Larasati Dyah Utami
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan penetapan pasangan calon Peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, Rabu (23/9/2020).
KPU mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang penggantian bakal calon (balon) atau bakal pasangan calon (Bapaslon) yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Dalam peraturan bernomor 789/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020 itu, jika bakal calon atau bakal pasangan calon masih positif Covid-19 setelah 14 hari sejak penetapan calon yang bersangkutan bisa diganti.
Baca: Ketua PBNU: Tunda Seluruh Tahapan Pilkada Serentak 2020 Hingga Tahap Darurat Kesehatan Terlewati
“Dalam hal bakal calon atau bakal pasangan calon masih dinyatakan positif atau belum sembuh dari covid-19 sampai batas waktu 14 hari, maka dapat dilakukan penggantian bakal calon atau bakal pasangan calon,” tulis KPU dalam suratnya seperti yang diterima Tribunnews, Minggu (20/9/2020).
Surat yang ditandatangani ketua KPU, Arief Budiman itu juga tertulis KPU bisa melanjutkan penelitian administrasi kelengkapan dan keabsahan dokumen kepada bakal calon atau bakal ppasangan calon yang dinyatakan negatif.
Baca: PBNU Minta Pilkada 2020 Ditunda
Karena salah satu persyaratan administrasi termasuk tahapan kesehatan jasmani dan rohani, serta bebas dari penyalahgunaan narkotika.
Jangka waktu penelitian administrasi dilakukan paling lama 20 hari sejak dilakukan pemeriksaan kesehatan.
Parpol atau gabungan Parpol mengajukan usulan penggantian calon bagi bakal calon yang dinyatakan positif Covid-19, dengan mengubah surat pencalonan dan kesepakatan bakal pasangan calon dengan Parpol atau gabungan Parpol (Formulir model B-KWK Parpol).
Baca: Jeirry Sumampow: 157 Cakada Perempuan Ikut Pilkada 2020
Caranya dengan mencoret nama bakal calon yang diganti dan menuliskan nama calon pengganti serta membubuhkan paraf.
Selain itu, penggantian bakal calon bagi bakal pasangan calon yang diusulkan oleh Parpol harus mendapat persetujuan dari pimpinan Parpol atau gabungan Parpol tingkat pusat.
Hal itu dituangkan dalam keputusan Parpol atau gabungan Parpol, yaitu dengan menyampaikan surat persetujuan pasangan calon pengganti yang ditandatangani oleh pimpinan Parpol tingkat pusat (Formulir model B1-KWK Partai Politik).
“Penggantian bakal calon bagi bakal pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik harus mendapat persetujuan Pimpinan partai politik atau gabungan partai politik,” tulisnya.
PBNU minta tunda Pilkada 2020
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan Indonesia sedang menghadapi agenda politik yaitu Pilkada serentak di 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota.
Puncakn pelaksanaan Pilkada akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020.
Baca: Di Tahap Pendaftaran Calon Pilkada Serentak 2020, Bawaslu Terima 71 Permohonan Sengketa
Sebagaimana lazimnya perhelatan politik, kata Said, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi massa.
Kendati ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, kata Said, telah terbukti dalam pendaftaran pasangan calon terjadi konsentrasi massa yang rawan menjadi klaster penularan Covid-19.
Selain itu, menurut Said, faktanya sejumlah penyelenggara Pemilu, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta para calon kontestan Pilkada di sejumlah daerah telah positif terjangkit Covid-19.
Baca: DPD RI Ajak Rakyat Indonesia Tunda Pilkada 2020
Karena itu, PBNU menyampaikan tiga sikapnya dalam dokumen Pernyataan Sikap PBNU terkait Pilkada Serentak 2020.
"Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada serentak tahun 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati. Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya," kata Said, Minggu (20/9/2020).
Kedua, PBNU, meminta untuk merealokasikan anggaran Pilkada bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.
Baca: Anggota Komisi II DPR Minta Pilkada Tak Perlu Ditunda, Ini Alasannya
"Selain itu, Nahadlatul Ulama perlu mengingatkan kembali Rekomendasi Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun 2012 di Kempek Cirebon perihal perlunya meninjau ulang pelaksanaan Pilkada yang banyak menimbulkan madharat berupa politik uang dan politik biaya tinggi," kata Said.
Selain itu, mencermati perkembangan penanggulangan pandemi Covid-19, kata Said, Nahdlatul Ulama senantiasa berikhtiar, berdoa, dan tawakal guna menanggulangi dan memutus rantai penyebaran Covid-19 yang semakin meluas.
Upaya pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kata Said, perlu didukung tanpa mengabaikan ikhtiar menjaga kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat.
Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa melindungi kelangsungan hidup (hifdz al-nafs) dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi (hifdz al-mâl) masyarakat.
"Namun karena penularan Covid-19 telah mencapai tingkat darurat, maka prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan," kata Said.