Selasa, 26 Agustus 2025

UU Cipta Kerja

Fahri Hamzah Sebut Undang-Undang Cipta Kerja Berpotensi Dibatalkan MK

Selain melangggar konstitusi, kata Fahri, UU Cipta Kerja juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar HAM.

Editor: Johnson Simanjuntak
Ist
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah/Istimewa. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) dapat membatalkan seluruh isi dari Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang telah disahkan DPR pada Senin (5/10/2020).

"Omnibus law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipnya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu tidak boleh," kata Fahri dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).

"Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perppu dan diuji di DPR," sambung Fahri.

Menurut, UU Cipta Kerja bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang.

Selain melangggar konstitusi, kata Fahri, UU Cipta Kerja juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar HAM.

Baca: BREAKING NEWS:Buntut UU Cipta Kerja, Gedung DPR RI Dijual Online Shop, Minta Polisi Bertindak Tegas

"Ini bukan open policy, tapi legal policy. Undang-Undang Cipta Kerja dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat, sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," papar Fahri.

Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 itu mengaku, tidak habis pikir dengan bisikan para penasihat hukum dan tata negara Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih mendorong pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.

"Mohon maaf, penasehat hukum dan tata negaranya Pak Jokowi kurang pintar. Pak Jokowi itu bukan lawyer atau ahli hukum, mestinya ahli hukum yang harus dengar Pak Jokowi," ucap Fahri.

"Ini Pak Jokowi-nya yang nggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi. Tapi kelihatanya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya," ujarnya.

Fahri berpendapat apabila UU Cipta Kerja nantinya dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, maka bisa menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait.

Sebab, Omnibus Law ini bukan tradisi Indonesia dalam membuat regulasi, sehingga akan sulit diterapkan.

Oleh sebab itu, Fahri berharap Presiden Jokowi tidak otoriter dalam menerapkan UU Cipta Kerja.

Tetapi harus mengumpulkan semua pihak duduk satu meja dan berbicara mengenai undang-undang itu, agar publik bisa memililiki pemahaman yang sama dengan pemerintah.

"Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentigan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung," papar Fahri.

Massa yang terdiri dari mahasiswa dan anak muda melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Dalam aksinya, mereka menolak Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam paripurna. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Massa yang terdiri dari mahasiswa dan anak muda melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Dalam aksinya, mereka menolak Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam paripurna. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Fahri pun menyebut, pemeritah seharusya tidak perlu melibatkan DPR sejak awal dalam menuntaskan permasalahan Omnibus Law.

Cukup panggil seluruh stakeholder terkait, selesaikan secara sepihak di internal pemerintah, dan tidak perlu menerebos banyak undang-undang.

"Omnibus Law itu nanti akan dihajar terus karena bertentangan dengan publik dan buruh. Kasihan Pak Jokowi nanti diakhir jabatannya," ucap Fahri.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan