UU Cipta Kerja
Din Syamsuddin: Masukan Ulama soal Omnibus Law Tidak Digubris Pemerintah
Demonstrasi hari ini terjadi di sejumlah kota di Indonesia seperti di Bandung, Jakarta, hingga Yogyakarta.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin menyebut Pemerintah Indonesia tidak mendengar masukan sejumlah pihak soal Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Din mengatakan masukan-masukan yang diberikan kepada pemerintah tak didengar. Karenanya masyarakat berunjuk rasa besar-besaran dibanyak kota di Indonesia hari ini, Kamis (8/10/2020).
Demonstrasi hari ini terjadi di sejumlah kota di Indonesia seperti di Bandung, Jakarta, hingga Yogyakarta.
"Tidak hanya dari kaum buruh dan pekerja. Tapi juga didukung oleh para mahasiswa bahkan pelajar dan juga para akademisi tak terkecuali para guru besar. Mereka menolak UU Omnibuslaw Cipta Kerja," ujar Din dalam diskusi virtual, Kamis (8/10/2020).
Baca: Satu Jam Bentrok, Massa dan Polisi di Kawasan Harmoni Akhirnya Damai dan Berpelukan
Demonstrasi hari ini, kata Din, tak hanya menyangkut isi atau konten dari UU trsebut yang diyakini tidak menguntungkan para pekerja bahkan cenderung merugikan.
Menurut Din, wajar jika masyarakat merasa dikecewakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang seharusnya menyerap aspirasi masyarakat.
"Jika keputusannya berdasarkan sponsor dari pihak-pihak tertentu, ini masalah besar kehidupan kita ketika wakil rakyat tidak berfungsi semestinya bagi orang kepercayaan rakyat," kata Din.
Din berujar sama halnya dengan pemerintah yang abai kepada aspirasi rakyat.
Padahal, sudah banyak masukan dari organisasi-organisasi masyarakat mengenai UU Omnibuslaw Cipta Kerja.
"Baik dari PBNU, PP Muhammadiyah, MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan masih banyak lagi. Termasuk juga penundaan Pilkada, tapi semua tidak digubris oleh pemerintah," imbuh Din.
Karena itu, Din berpandangan sikap dari DPR dan Pemerintah Indonesia saat ini disebut kediktatoran konstitusional sebuah pemusatan kekuasaan yang tengah terjadi di tubuh bangsa.
"Ada satu kecenderungan pemusatan kekuasaan, eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Dan di balik itu ada satu sikap yang ditengarai sebagai arogansi kekuasaaan rasa dominan di eksekutif dan legislatif maka bisa berbuat apa saja. Ini sungguh berbahaya dalam kehidupan kebangsaan kita," ucap Din.