Selasa, 26 Agustus 2025

Munas MUI

MUI Membolehkan Setoran Awal Dana Haji Bersumber dari Utang dan Pembiayaan, Tapi Ada Syaratnya

Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan masyarakat memberikan setoran awal dana haji dengan menggunakan dana dari utang dan pembiayaan.

screenshot
Tangkapan layar Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam kegiatan penutupan Musyawarah Nasional (Munas) X MUI yang disaksikan melalui siaran youtube Sekretariat Wakil Presiden, Jumat (27/11/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan masyarakat memberikan setoran awal dana haji dengan menggunakan dana dari utang dan pembiayaan.

Namun syaratnya utang itu bukan utang ribawi, dan, orang yang berutang punya kemampuan melunasi utang tersebut, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup.

"Pembayaran Setoran Awal Haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah)," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh saat membacakan hasil sidang pleno Musyawarah Nasional (Munas) X MUI pada Kamis (26/11/2020) malam.

Fatwa tentang setoran awal dana haji itu adalah satu dari beberapa fatwa yang dikeluarkan MUI pada Munas X yang diadakan pada 25-26 November 2020.

Ada 5 fatwa yang dikeluarkan MUI pada Munas kali ini.

"Pertama, fatwa tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram," kata Asrorun Niam Sholeh.

Dalam fatwa tersebut terdapat empat ketentuan hukum. Yakni memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umrah hukumnya haram.

Baca juga: Tak Masuknya Nama-nama yang Kritis terhadap Pemerintah, Ace Hasan: MUI Bukan Organisasi Politik

Alasannya, melanggar larangan ihram (mahdzurat al-ihram).

Sedangkan memakai masker bagi laki-laki yang berihram haji atau umrah hukumnya boleh (mubah).

Ketentuan kedua, dalam keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah) memakai masker bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umrah hukumnya boleh (mubah).

"Dalam hal seorang perempuan yang memakai masker pada kondisi sebagaimana pada ketentuan kedua, terdapat perbedaan pendapat yakni satu wajib membayar fidyah dan kedua tidak wajib membayar fidyah," ujar Asrorun yang juga juru bicara Komisi Bidang Fatwa pada sidang pleno.

Ketentuan berikutnya soal memakai masker saat ihram adalah keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah).

Antara lain adanya penularan penyakit yang berbahaya, cuaca ekstrem atau buruk, ancaman kesehatan yang apabila tidak memakai masker dapat memperburuk kondisi kesehatan.

Fatwa kedua tentang pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan yang memiliki tiga ketentuan hukum.

"Pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat bukan utang ribawi dan orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utang antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup," katanya.

Kedua, kata dia, pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan hukumnya boleh dengan beberapa syarat yakni menggunakan akad syariah, tidak dilakukan di lembaga keuangan konvensional dan nasabah mampu melunasi dengan dibuktikan kepemilikan aset yang cukup.

"Pembayaran setoran awal haji dengan dana utang dan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ketentuan satu dan dua adalah haram," katanya.

Fatwa selanjutnya tentang penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu.

Dalam fatwa itu juga terdapat beberapa ketentuan hukum.

Baca juga: Pengamat: Harusnya MUI Bebas dari Penguasa Agar Keputusan Ulama Tidak Terintervensi

Satu, ibadah haji merupakan kewajiban ‘ala al-tarakhi bagi orang Muslim yang sudah istitha’ah namun demikian disunahkan baginya untuk menyegerakan ibadah haji.

Kedua, kata dia, kewajiban haji bagi orang yang mampu (istitha’ah) menjadi wajib ‘ala al-faur jika sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir berkurang atau habisnya biaya pelaksanaan haji atau qadla’ atas haji yang batal.

"Ketiga mendaftar haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya wajib," ujarnya.

Kemudian, menunda-nunda pendaftaran haji bagi orang yang memenuhi kriteria pada poin kedua hukumnya haram. Orang yang sudah istitha’ah tetapi tidak melaksanakan haji sampai wafat wajib badal haji.

Ketentuan keenam, orang yang sudah istitha’ah dan telah mendaftar haji tetapi wafat sebelum melaksanakan haji, sudah mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan.

Ia menambahkan dua fatwa MUI lainnya yakni tentang pendaftaran haji usia dini dan fatwa penggunaan human diploid cell untuk bahan produksi obat dan vaksin.

MUI membolehkan pendaftaran haji pada usia dini untuk mendapatkan porsi haji di kemudian hari.

"Pendaftaran haji pada usia dini untuk mendapatkan porsi haji hukumnya boleh (mubah)," bunyi isi salinan fatwa tersebut.

Meski demikian, MUI menerapkan empat syarat ketat yang harus dipenuhi.

Di antaranya uang yang digunakan untuk mendaftar haji diperoleh dengan cara yang halal. Lalu, tidak mengganggu biaya-biaya lain yang wajib dipenuhi.

Selain itu, tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak menghambat pelaksanaan haji bagi mukallaf yang sudah memiliki kewajiban dan sudah mendaftar.

Baca juga: Munas X MUI Hasilkan Empat Fatwa soal Haji saat Pandemi Covid-19, Ini Rinciannya

Sementara untuk penggunaan human diploid cell untuk bahan produksi obat dan vaksin, MUI juga membolehkannya dengan syarat.

"Dalam hal terjadi kondisi kedaruratan (dharurah syar'iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar'iyah), penggunaan human diploid cell untuk bahan obat atau vaksin hukumnya boleh, dengan syarat," kata Asrorun.

Fatwa Vaksin Corona

Terpisah, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta MUI untuk menyiapkan fatwa halal untuk vaksin virus Corona (Covid-19)sebelum vaksin itu disuntikkan ke masyarakat.

"Dalam kaitan ini saya menyampaikan apresiasi kepada MUI yang sejak tahap awal telah aktif bersama instansi terkait untuk melakukan proses audit tentang kehalalan vaksin Covid-19. Saya juga telah meminta agar ketetapan atau fatwa MUI tentang kehalalan atau kebolehan untuk menggunakan vaksin Covid-19 dapat terbit sebelum vaksin diedarkan, sebelum dilakukan vaksinasi," kata Ma'ruf saat penutupan Munas ke-10 MUI, Jumat (27/11/2020).

Konferensi pers virtual gelaran Munas MUI ke-X, Senin (23/11/2020).
Konferensi pers virtual gelaran Munas MUI ke-X, Senin (23/11/2020). (MUI)

Ma'ruf mengatakan dalam waktu dekat vaksin corona akan tiba di Tanah Air. Vaksin juga siap untuk diberikan kepada masyarakat.

"Dalam waktu tidak lama lagi insya Allah vaksin Covid-19 akan tersedia dan siap untuk diberikan kepada masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air," tutur Ma'ruf.

Ma'ruf mengatakan vaksinasi direncanakan akan dilakukan pada awal tahun 2021. Vaksinasi secara massal ini kata Ma'ruf belum pernah dilakukan sebelumnya di seluruh dunia.

"Program vaksinasi Covid-19 dengan skala sangat massif dari segi jumlah sebaran wilayah dan waktu pelaksanaan serentak belum pernah dilakukan sebelumnya baik di Indonesia maupun negara lain di dalam sejarah. Kegiatan yang sangat krusial ini insya Allah akan mulai kita laksanakan pada awal tahun depan," katanya.(tribun network/rin/dod)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan