Kerumunan Massa di Acara Rizieq Shihab
Ketatnya Pengamanan Sidang Perdana Praperadilan Rizieq Shihab: 'Tak Ada Urusan, Tak Boleh Masuk'
Mayoritas pasukan Brimob dan petugas pemadam kebakaran bersiaga di luar areal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ketiga, pada penyelidikan tidak ada disebut Pasal 160 KUHP, pasal tersebut kemudian baru ada pada penyidikan.
"Hal ini tentu sangat prinsip dan oleh karenanya patut dipertanyakan dan oleh karenanya dipermasalahkan dalam permohonan Praperadilan ini," Kuasa Hukum Rizieq Shihab, Kamil Pasha saat membacakan permohonan praperadilan Rizieq.
Isu kedua mengenai penggunaan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan menjadi tanda tanya.
Selaku kuasa hukum, Kamil menilai penggunaan pasal 160 KUHP terkait penghasutan sebagai dasar menahan Rizieq Shihab dinilai tidak tepat.
Penggunaan pasal itu, kata Kamil, diduga hanya sebagai pembungkaman Habib Rizieq yang dikenal kritis terhadap pemerintah.
"Bahwa patut diduga pengenaan pasal 160 KUHP kepada pemohon diselipkan agar semata dijadikan dasar termohon I sebagai upaya untuk menahan pemohon yang selama ini kritis mengkritik ketidakadilan yang terjadi selama ini," ujar dia.
Isu ketiga pemanggilan terhadap Rizieq dan saksi-saksi yang tidak sah.
Isu ini berkaitan dengan proses penetapan status tersangka kepada Rizieq Shihab yang dinilai tidak sesuai prosedur hukum.
Baca juga: Kuasa Hukum Minta Rizieq Shihab Dihadirkan dalam Sidang Praperadilan, Majelis Hakim Menolak
Dalam hal ini Kamil menilai ada kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 kepada Rizieq.
Pasalnya Rizieq ditetapkan tersangka tanpa dilakukan pemeriksaan oleh penyidik.
"Bahwa sebelum ditetapkan sebagai tersangka, pemohon belum pernah 1 kali pun diperiksa sebagai saksi, saksi-saksi lain yang dipanggil terutama dari pihak DPP FPI pun juga belum pernah memberikan keterangan sebagai saksi dihadapan pemohon," jelas Kamil.
Selanjutnya mengenai persyaratan minimal dua alat bukti untuk menahan Rizieq yang belum terpenuhi.
Dalam hal ini, Kamil menjelaskan isi Pasal 1 angka 27 KUHAP. Pasal tersebut pada dasarnya menyatakan bahwa keterangan saksi adalah keterangan yang bersumber dari apa yang saksi lihat sendiri, dengar sendiri dan saksi alami sendiri.
Artinya bahwa fakta-fakta yang diperoleh dari keterangan saksi haruslah bersumber dari pribadinya sendiri.
Keterangan saksi yang diberikan di luar pendengaran, penglihatan atau pengalaman saksi sendiri mengenai suatu peristiwa pidana yang terjadi, tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat bukti.