Selasa, 26 Agustus 2025

Alasan MK Tolak Gugatan Rizal Ramli Terkait Ambang Batas Pencalonan Presiden

Lima dari sembilan hakim yang duduk dalam sidang pleno terbuka Kamis (14/1/2021), menolak gugatan Rizal terhadap pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tenta

Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil soal ambang batas pencalonan presiden yang diajukan Rizal Ramli, Senin (21/9/2020). 

Sehingga ia berharap MK menghapus syarat tersebut dan bisa maju di Pilpres 2024 tanpa politik uang.

Meski demikian, MK menyatakan Rizal tak menyertakan bukti omongannya pernah didekati beberapa parpol dan dimintai uang.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Putus 12 Perkara Pengujian UU Besok

"Tidak terdapat bukti yang dapat meyakinkan mahkamah bahwa pemohon I pernah dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol sebagai capres. Terlebih pemohon I tidak menjelaskan parpol mana saja yang memberikan dukungan ke pemohon 1 dalam Pilpres 2009," ucap Hakim MK, Arief Hidayat.

"Seandainya pemohon I memang benar didukung parpol atau gabungan parpol, dalam batas penalaran yang wajar pemohon I mestinya menunjukkan bukti dukungan itu kepada mahkamah, atau menyertakan parpol pendukung untuk mengajukan permohonan bersama dengan pemohon I," lanjut Arief.

Sementara itu Abdulrachim dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum lantaran argumen bahwa Pasal 222 UU Pemilu membatasi calon yang bertarung di Pilpres dianggap tidak beralasan.

Menurut MK, Pasal 222 UU Pemilu itu tidak membatasi berapa paslon yang bisa ikut Pilpres.

"Norma itu tidak membatasi jumlah paslon yang mengikuti Pilpres, permasalahan berapa paslon yang mengikuti syarat mengikuti Pilpres tidak ditentukan norma yang diajukan pemohon II. Sehingga bukanlah persoalan norma, melainkan implementasi atas norma yang dimaksud. Terlebih norma yang diajukan para pemohon tidak menghalangi pemohon bebas memberikan suaranya kepada paslon mana pun," ucap Arief.

Beda Pendapat

Meski demikian, putusan hakim MK tersebut ternyata tidak bulat.

Terdapat 4 hakim MK yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Mereka adalah Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih. Keempat hakim MK itu tak setuju Abdulrachim dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum.

Hakim Saldi Isra menilai Abdulrachim telah memaparkan dampak Pasal 222 UU Pemilu telah membuat Pilpres 2014 dan 2019 hanya diikuti 2 paslon.

Sehingga pemilih dirugikan karena terbatasnya calon presiden dan wakil presiden.

"Fakta empiris akibat ambang batas penyelenggaran Pilpres 2014 dan 2019 hanya memunculkan 2 paslon dengan capres yang sama yaitu Jokowi dan Prabowo. Penerapan ambang batas dapat menjadi alat ampuh untuk menyingkirkan pesaing dan calon penantang di Pilpres," ucap Saldi.

"Berdasarkan argumentasi tersebut di atas demi melindungi hak konstitusional warga negara, kami berpendapat tidak ada alasan yang mendasar untuk menyatakan pemohon II tidak memiliki kedudukan hukum. Karena itu seharusnya MK memberikan kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, dengan diberikannya kedudukan hukum bagi pemohon II, MK seharusnya mempertimbangkan pokok permohonan pemohon II," kata Saldi.

Baca juga: Pimpinan Baleg DPR Sebut Revisi UU Pemilu Akan Dituntaskan 2021

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan