Gejolak di Partai Demokrat
Demokrat: Moeldoko Ingin Ambil Alih Partai Secara Inkonstitusional untuk Pencapresan 2024
Partai Demokrat mengungkapkan Moeldoko adalah sosok pejabat pemerintahan yang berupaya mengambil alih secara paksa kepemimpinan Partai Demokrat.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Adi Suhendi
Sebagai tuan rumah yang kedatangan tamu, ia hanya mendengar curhatan tersebut.
"Beberapa kali banyak tamu yang berdatangan ya, dan saya orang yang terbuka. Saya mantan Panglima TNI, tapi saya tidak memberi batas dengan siapapun, apalagi di rumah ini mau datang terbuka 24 jam, siapapun," katanya.
Baca juga: Djarot Minta AHY Buktikan Dugaan Keterlibatan Pejabat di Lingkaran Jokowi Goyang Partai Demokrat
"Secara bergelombang mereka datang, berbondong-bondong, ya kita terima, konteksnya apa? ya saya tidak mengerti dari ngobrol-ngobrol itu biasanya diawali dari pertanian karena saya memang suka pertanian, berikutnya pada curhat tentang situasi yang dihadapi, ya gue dengerin aja gitu," lanjut Moeldoko.
Sebagai salah satu orang yang mencintai Demokrat, Moeldoko mengaku prihatin dengan kondisi partai seperti yang diceritakan para 'tamunya' tersebut.
Moeldoko menduga ia dikaitkan dengan permasalahan partai Demokrat dari foto yang beredar.
Ia tidak ambil pusing bila dikaitkan dengan permasalahan tersebut.
"Mungkin dasarnya foto-foto yah. orang ada dari Indonesia timur, dari mana mana datang ke sini kan pingin foto sama gw, yah saya terima aja. Apa susahnya, itu yang namanya seorang jenderal yang tidak memiliki batas dengan siapapun. Kalau itu menjadi persoalan yang digunjingkan ya silahkan aja. saya tidak keberatan," katanya.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
AHY menyebut, hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/2/2021).
AHY menyatakan, menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang didapatkan, gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
AHY menyebut, gerakan tersebut terdiri dari kader secara fungsional, mantan kader dan non-kader.
Gabungan dari pelaku gerakan itu ada 5 (lima) orang, terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai, karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu.
Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan.
"Tentunya kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam permasalahan ini," ucap AHY.
Karena itu, AHY sejak pagi tadi telah bersurat secara resmi kepada Presiden Jokowi untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi terkait gerakan politik yang disebut inkonstutional itu.