Selasa, 19 Agustus 2025

Keberhasilan Pelaksanaan Extended Producer Responsibility Harus dengan Melibatkan Semua Stakeholder

Penerapan dari EPR ini oleh produsen masih rendah karena dipicu kurangnya infrastruktur pengelolaan limbah terutama infrastruktur milik pemerintah

Editor: Eko Sutriyanto
Pinterest
Ilustrasi Sampah 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk menangani permasalahan sampah di Indonesia dibutuhkan kolaborasi antar semua stakeholder.

Hal itu dikarenakan siklus dan rantai nilai sampah secara umum itu kompleks sekali, dari mulai upstream atau hulunya, midstream, dan downstream.

“Jadi semua stakeholder-nya punya peran, baik industrinya, distributornya, konsumennya, itu semua punya peran.

Membuang sampah dengan benar, memilah sampah dengan benar, ini kuncinya kalau kita mau membuat kolaborasi yang baik,” kata Dini Trisyanti, Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI), Dini Trisyanti dalam sebuah webinar diskusi media soal Kemitraan Pengelolaan Sampah yang digelar Forum Jurnalis Online baru-baru ini.

Menurut Dini, yang penting diperhatikan dalam penanganan sampah ini adalah sirkularitas kemasan dengan membuat loop yang baik.

Baca juga: Pemuda Ditemukan Tewas Penuh Luka, Kejar-kejaran dengan 2 Pemuda Lain Lalu Tabrak Tempat Sampah

Bicara tentang loop, kata Dini, yang pertama harus dilakukan adalah reuse.

“Ini yang paling sederhana, galon misalnya harus diambil lagi,” tukasnya.

Kemudian yang kedua adalah recycle atau close loop. Jika ini tidak bisa dilakukan, ada yang namanya recycle open loop.

“Jadi misalnya sisa-sisa emberan tidak bisa dibikin lagi menjadi kemasan, kita bisa membuat menjadi paving block,” ujarnya.

Jadi, kata Dini, produsen tidak perlu khawatir untuk menjalankan Extended Producer Responsibility (EPR) seperti yang tertuang dalam UU No 18 Tahun 2008, dimana produsen mulai untuk bertanggung jawab atas kemasan yang dihasilkan dari produknya.

Juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh produsen.

Baca juga: Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Tempat Pembuangan Sampah, Awalnya Pamit Istirihat

Isinya mendorong produsen untuk mengurangi sampah dengan capaian target 30% dibandingkan jumlah timbulan sampah pada 2029. 

“Dalam rangka EPR, produsen tidak usah takut, karena ini sebenarnya konsep yang sama-sama untung. Produsen untung, industri daur ulang juga untung, dan konsumen juga diuntungkan. Karena, pada akhirnya ini sangat baik untuk mengurangi sampah ke TPA,” katanya.

Buktinya, menurut Dini, sudah ada beberapa perusahaan yang menjalankan EPR ini.

“Yang ingin saya tekankan adalah, kita tidak usah menunggu layanan persampahan sempurna dulu, kita bisa laksanakan secara paralel. EPR ini bisa membantu persebaran pengelolaan sampah, dimana produsen bisa membuka wilayah mana yang memang belum ada pengelolaan sampahnya. Jadi saya rasa EPR ini sangat perlu kita dorong,” ucapnya.

Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian, Muhammad Taufik, mengakui masih rendahnya penerapan dari EPR ini oleh produsen.

Menurutnya, hal ini  disebabkan oleh kurangnya infrastruktur pengelolaan limbah terutama infrastruktur milik pemerintah. Selain itu, tidak adanya insentif yang diberikan kepada bisnis industri yang telah menerapkan EPR.

Kemudian, tidak ada kewajiban mengikat bagi pelaku usaha dalam bentuk laporan wajib pada program EPR.

Ini dikarenakan belum ada aturan turunan dari UU 18 Tahun 2018, sehingga pemerintah daerah belum mengeluarkan peraturan yang mengikat perusahaan yang menghasilkan limbah sampah.

“Jadi perlu kesadaran dari pemerintah daerah, masyarakat, dan industri, dalam menerapkan EPR di Indonesia,” katanya.

Asisten Deputi Pengembangan Industri  Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan perusahaan air minum AQUA yang sudah menggunakan reuse untuk botol kemasannya. “Ini kita coba apresiasi hal ini,” ucapnya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan, Anang Taufik, juga menyampaikan dalam kolaborasi yang dilakukan dengan Danone Indonesia, setiap bulan Kabupaten Lamongan bisa mengurangi sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dari 1.200 ton menjadi 500 ton pada tahun 2020 lalu.

Dia bercerita hal itu bisa dilakukan sejak dibangunnya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu  Sampahku Tanggungjawabku (TPST Samtaku).

TPST ini berdiri di atas lahan seluas 5.500 meter persegi dengan kapasitas maksimal 60 ton sampah per hari, Tak hanya itu, TPTS Samtaku ini melayani sampah 15.000 rumah tangga serta kawasan industri dan komersial yang ada di Kabupaten Lamongan.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan