Rabu, 3 September 2025

Aktivis KAMI Ditangkap

Pelapor Mengaku Resah dengan Cuitan Jumhur Hidayat Tapi Belum Baca Naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja

Dalam proses persidangan Husein Shihab yang diduga sebagai rekan dari pelapor mengaku resah atas cuitan Jumhur Hidayat.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Sidang pemeriksaan saksi fakta atas terdakwa Jumhur Hidayat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021). 

Mendengar jawaban tersebut, Oky kembali mengajukan pertanyaan kepada Husein, terkait tolok ukur kenapa pihaknya bisa melaporkan berita hoaks kalau naskahnya belum dibaca.

Tidak hanya itu, Oky juga menanyakan pengetahuan Husein mengenai waktu pengesahan UU Omnibus Law itu sendiri.

Baca juga: Kuasa Hukum Pentolan KAMI: Cuitan Jumhur Hidayat Tak Ada Kaitannya Dengan Dakwaan Picu Keonaran

Dalam hal ini, Husein hanya menjawab berdasarkan riset dan pengetahuan dirinya.

"Yang saya riset tentang hoaks-nya, saya tidak tahu (kapan disahkan)," jawab Husein.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".

Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang-Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan