Demo di Jakarta
Istri Gus Dur Hingga Kardinal Suharyo Minta Fasilitas Pejabat Publik yang Berlebihan Dihapus
Sejumlah tokoh nasional yang terhimpun dalam Gerakan Nurani Bangsa meminta agar biaya tunjangan dan fasilitas pejabat publik yang berlebihan dihapus.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah tokoh nasional yang terhimpun dalam Gerakan Nurani Bangsa meminta agar biaya tunjangan dan fasilitas pejabat publik yang berlebihan dihapus.
Tokoh-tokoh ini di antaranya:
- Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid,
- M. Quraish Shihab,
- KH. Ahmad Mustofa Bisri,
- Kardinal Ignatius Suharyo,
- Omi Komariah Nurcholish Madjid,
- Franz Magnis-Suseno SJ,
- Amin Abdullah,
- Bhikkhu Pannyavaro Mahathera,
- Alissa Q Wahid,
Selain itu juga, Lukman Hakim Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Pendeta Jacky Manuputty, Pendeta Gomar Gultom, A Setyo Wibowo SJ , Erry Riyana Hardjapamekas, Ery Seda, Laode Moh Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, dan Slamet Rahardjo.
Hal tersebut merupakan salah satu poin pernyataan sikap merespons situasi dan kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan menyusul rangkaian demonstrasi dan kericuhan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia beberapa hari ini.
Dalam pernyataan sikapnya, Gerakan Nurani Bangsa sebagai gerakan etis dan non-partisan untuk memperkuat utas cita Indonesia menyampaikan pesan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sejumlah hal.
Poin pertama, kemanusiaan dan keberpihakan kepada rakyat harus menjadi landasan pijak sekaligus orientasi utama dalam membuat dan melaksanakan kebijakan negara dalam mengelola kehidupan kebangsaan kita.
"Hentikan segala tindak kekerasan dan represifitas dalam menangani aksi unjuk rasa sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata putri sulung Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Alissa Qatrunnada di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Menteng Jakarta Pusat pada Rabu (3/9/2025).
Kedua, lanjut Alissa Wahid, rakyat murka karena menyaksikan sebagian elit penguasa baik eksekutif, legislatif, yudikatif serta aparat penegak hukum yang tidak sensitif dan berempati kepada beban rakyat yang terus membesar.
Karenanya, lanjut dia, Kepala Negara harus secepatnya memimpin dan memerintahkan semua jajaran institusi negara untuk bersikap berdasar nilai etika, kebersahajaan, dan asas kepatutan guna mengembalikan kepercayaan (trust) masyarakat luas yang hilang dengan empat cara.
Pertama, memerintahkan Kepolisian untuk secepatnya mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya.
Kedua, menjaga stabilitas ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan warga dengan menegakkan keadilan ekonomi serta melaksanakan pengelolaan APBN secara transparan, akuntabel dan tidak ugal - ugalan.
"Ketiga, menghapus segala biaya tunjangan dan fasilitas pejabat public yang berlebihan sehingga memboroskan keuangan negara serta memastikan prinsip transparansi kekayaan penyelenggara negara berjalan," lanjut Alissa.
Keempat, seluruh jajaran pemerintahan bekerja keras melakukan inovasi dan memperkuat program kesejahteraan sosial.
Bukan sebaliknya, lanjut dia, memperbanyak pajak dan mengurangi program-program pemenuhan hak dasar.
"Program yang berdampak pada berkurangnya pemenuhan hak dasar kesejahteraan rakyat, kata dia, harus dikoreksi dan diatur ulang," lanjut dia.
Demo di Jakarta
Cerita Uya Kuya Sebelum Rumahnya Dijarah, Cuma Bawa Baju Ganti, Dokumen Penting Hilang |
---|
Uya Kuya ke Kantor Polisi, Ingin Bebaskan Lansia Pelaku Penjarahan Rumahnya |
---|
Roy Suryo Duga Gibran Bertemu dengan Perwakilan Ojol Palsu, Peradi Bersatu: Bisa Dilaporkan |
---|
Kasus Penjarahan Rumah Eko Patrio dan Ahmad Sahroni Dilimpahkan ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya |
---|
GMNI: DPR Harus Dorong Pemerintah Tak Bebani Rakyat dengan Pajak |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.