Soal Temuan Susu Formula Berbakteri, Peneliti: Negara Abai Terhadap Kesehatan Anak
Peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII) menyebut negara abai atas kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak kesehatan anak.
Penulis:
Larasati Dyah Utami
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII) menyebut negara abai atas kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak kesehatan anak.
Hal ini berkaitan dengan kasus temuan susu formula (Sufor) berbakteri berbahaya yang berdampak buruk bagi kesehatan anak yang sempat ramai beberapa waktu lalu.
“Abai dimaknai karena pasca penelitian itu tidak ada tindakan serius yang diambil oleh pemerintah untuk memastikan susu formula itu aman bagi masyarakat,” kata Eko Riyadi, Direktur Pusat Studi HAM UII di webinar PusHAM UII, Selasa (16/3/2021).
Kasus ini bermula setelah abstrak dari Institut Pertanian Bogor (IPB) tentang Sufor yang ditemukan bakteri bernama Enterobacter Sakazakii.
Baca juga: Simak 9 Manfaat Puasa Bagi Kesehatan: Meremajakan Sel Sel Tubuh, Menyeimbangkan Kadar Asam dan Basa
Dalam hal ini terdapat hasil penelitian dari IPB bahwa 22,73% dari 22 sampel Sufor dalam negeri yang terkontaminasi Enterobacter Sakazakii yang berdampak buruk bagi anak.
Bakteri ini dapat menyebabkan masalah pencernaan, bisa menghambat tumbuh kembang otak dan lainnya. Bahkan dampak dari Enterobacter Sakazakii yang paling buruk adalah bisa menyebabkan kematian
Seorang advokat bernama David M L Tobing melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap IPB, Kemenkes, dan BPOM.
Baca juga: Selain Ikut Vaksinasi Covid-19, Calon Jemaah Haji Indonesia Wajib Patuhi Protokol Kesehatan
Saat itu, tiga lembaga tersebut diminta untuk terbuka dan membuka mana saja merek yang terindikasi ada Enterobacter Sakazakii
“Sayangnya disebutkan bahwa penelitian tersebut merupakan murni penelitian akademis yang tidak dilanjuti oleh BPOM dan Kemenkes agar dilakukan penelitian lebih dalam,” kata Eko Riyadi.
Ia menyebut pemerintah nampaknya belum memiliki peta jalan pemulihan bagi korban. Bahkan beberapa pernyataan, ketiga lembaga mengelak dalam aspek formil.
“Kemenkes, BPOM dan IPB selalu berlindung di dalam aspek formil, terkait prosedur, pertanggung jawaban dan sebagainya. Terkait debat hukum, HAM, kewajiban perusahaan (pemerintah) sama sekali tidak mendiskusikan secara serius,” ujarnya.
Baca juga: Menteri Kesehatan Yordania Mundur Setelah 6 Pasien Covid-19 Meninggal karena Kehabisan Oksigen
Eko mengatakan situasi tersebut menunjukan bahwa argumentasi Sufor yang termasuk bagian dari akses kesehatan anak belum terjadi.
Di undang-undang (UU) tentang kesehatan, kesehatan adalah hak semua orang, namun takaran sehat itu sendiri berbeda-beda jika ditafsirkan ke masing-masing individu.
Karena itu, di UU hak kesehatan pada anak lebih ditekankan kepada kewajiban negara untuk melakukan upaya strategis dalam rangka memastikan standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai dan/atau dinikmati oleh setiap anak.