Seleksi Kepegawaian di KPK
Polemik TWK, Fahri Hamzah: Berikan Kepercayaan Pimpinan KPK Menuntaskan Persoalan
Politisi senior Fahri Hamzah buka suara terkait polemik pemecatan 51 orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi senior Fahri Hamzah buka suara terkait polemik pemecatan 51 orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fahri meminta Presiden Jokowi memberikan kepercayaan kepada pimpinan KPK yang baru dalam memperbaiki kondisi KPK dari dalam.
”Berikan kepercayaan pimpinan KPK sekarang, mereka juga anak bangsa yang punya hati nurani. Mereka pasti ingin memperbaiki keadaan dan menuntaskan segala persoalan penyelewengan penegakan hukum di institusi tersebut dari dalam,” ujar Fahri dalam keterangan yang diterima, Senin (31/5/2021).
Diketahui, Fahri menyampaikan hal itu dalam acara Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), baru-baru ini.
Bahkan ada sebagian dari penggiat, kata Fahri, belum bisa menerima koreksi yang serius terhadap penegakkan hukum khususnya di lembaga KPK.
Baca juga: Besok Pelantikan Pegawai KPK, Komnas HAM: Tolong Dengarkan Suara Pegawai yang Lolos TWK
Sehingga ada orang yang merasa kalau bukan karena sekian orang itu yang berada di lembaga tersebut tidak ada gunannya lagi.
”Padahal di sana ada ribuan pegawai, jaringan dan anggaran besar. Babak akhir dari koreksi harus kita teruskan. Kita tidak boleh kembali ke belakang,” ungkap mantan politisi PKS itu.
Sementara, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melontarkan sindiran pedas kepada Novel Baswedan.
Menurut Neta, keputusan pimpinan KPK yang mewajibkan pegawainya mengikuti TWK sudah sangat tepat dan sesuai statment Presiden Jokowi.
Maka, bagi yang tidak lulus harus berjiwa besar utuk segera keluar dari Gedung KPK.
“KPK bukanlah milik pribadi Novel yang bisa dijadikannya sebagai kerajaan milik pribadi,” tegas Neta.
Pihaknya pun meminta publik agar bijak dan cermat menanggapi polemik ini.
“Jangan sampai terjadi penilaian bahwa KPK adalah Novel, dan Novel adalah KPK,” ucapnya.
IPW meyakini, bahwa orang-orang di KPK memiliki integritas tinggi. Selain itu, masih banyak juga orang yang lebih hebat dibanding Novel Baswedan di internal lembaga antirasuah tersebut.
Namun framing terhadap Novel begitu dihebohkan sehingga semua prestasi yang dicapai KPK selama ini seolah hasil kerja pribadi Novel Baswedan yang seorang mantan Komisaris Polisi.
“Kesan ini yang harus dibersihkan. Seluruh anak bangsa harus menyadari KPK adalah milik bangsa Indonesia dan bukan milik Novel,” tegasnya.
Sementara, Ketua Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) Azmi Hidzaqi menyatakan, Novel Baswedan Cs sejak awal selalu menginginkan agar KPK menjadi lembaga yang independen. Dalam arti independen di luar rumpun eksekutif.
“Inilah yang menjadi permasalahannya, maka yang terjadi selama ini adalah KPK semakin sulit dikontrol dan terkesan adidaya dalam melakukan pemberantasan korupsi walaupun harus berlawanan dengan NKRI,” katanya.
“Jelas ke-75 pegawai KPK tidak lolos TWK. Maka sulit rasanya untuk menjadikan mereka sebagai abdi negara yang taat dan loyal terhadap nilai-nilai Pancasila dan NKRI,” tambahnya.
Baca juga: 77 Guru Besar Antikorupsi Minta Jokowi Batalkan Agenda Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN
Semestinya, sambung Azmi, 51 pegawai KPK ini dapat mengikuti aturan untuk menjadi ASN, jadi kalau ada keberatan silakan menggunakan mekanisme hukum dan gugat ke peradilan PTUN.
“Mereka kan paham hukum, jadi penyelesaiannya dengan cara hukum bukan malah melakukan propaganda di media sosial dan membuat kegaduhan,” terangnya.