4 Pernyataan Wakapolri di DPR: Polisi Brutal, Reformasi Kultural hingga Damkar Lebih Gesit
Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Dedi Prasetyo menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025) kemarin.
Ringkasan Berita:
- Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI kemarin
- Wakapolri menyinggung sejumlah hal termasuk soal warga lebih memilih menghubungi damkar dibanding polisi
- Brutalitas polisi yang mencuat sejak akhir 2024 hingga awal 2025 diakui sebagai alarm keras oleh internal Polri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Dedi Prasetyo menghadiri rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025) kemarin.
Dalam kesempatan itu, Wakapolri membeberkan sejumlah hal yang menarik perhatian publik.
-
Damkar lebih gesit dari polisi
Wakapolri mengakui bahwa masyarakat saat ini lebih memilih menghubungi Pemadam Kebakaran (Damkar) ketika membutuhkan respons cepat, ketimbang melapor melalui layanan kepolisian.
Menurut Dedi, hal tersebut disebabkan oleh lambatnya quick response time di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Sebab, standar internasional menetapkan waktu tanggap ideal di bawah 10 menit, sementara Polri masih berada di atas angka tersebut.
“Di bidang SPKT, dalam laporan masyarakat, lambatnya quick response time. Quick response time standar PBB itu di bawah 10 menit, kami masih di atas 10 menit. Ini juga harus kami perbaiki,” kata Dedi.
Kondisi itu, lanjut Dedi, membuat sebagian warga memilih melapor ke instansi lain yang dinilai lebih sigap, termasuk pemadam kebakaran.
Dia menegaskan bahwa pembenahan sistem pelaporan kepolisian menjadi prioritas, terutama melalui optimalisasi layanan aduan 110.
“Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke Damkar, karena Damkar quick response-nya cepat,” kata Dedi.
“Dengan perubahan optimalisasi 110, harapan kami setiap pengaduan masyarakat bisa direspons di bawah 10 menit,” sambung Wakapolri.
Polri akan terus memperbaiki kecepatan layanan publik agar tingkat kepercayaan masyarakat membaik, terutama pada fungsi-fungsi yang bersentuhan langsung dengan warga.
2. Polisi brutal
Brutalitas polisi (police brutality) yang mencuat sejak akhir 2024 hingga awal 2025 diakui sebagai alarm keras oleh internal Polri.
Dedi menyebut fenomena kekerasan aparat, termasuk penggunaan senjata api secara berlebihan, telah memicu evaluasi besar-besaran dari Mabes Polri.
“Kami melihat terjadi fenomena police brutality yang cukup signifikan. Banyak komplain publik, banyak korban, dan ini sudah kami deteksi sejak awal Januari,” ujar Dedi dalam paparannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Dedi menyebut penyalahgunaan kekuatan polisi bukan sekadar kasus insidental.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/l-Dedi-Prasetyo-kiri-menghadiri-rapat-kerja-bersa.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.