Wacana Presiden 3 Periode
Politikus Demokrat: Tak Ada Urgensi Amendemen UUD 1945
Demokrat nilai tak ada urgensi untuk melakukan amendemen UUD 1945, apalagi jika hanya untuk mengubah batas masa jabatan presiden.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat mengkritisi wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode melalui amendemen UUD 1945.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai, tak ada urgensi untuk melakukan amendemen UUD 1945, apalagi jika hanya untuk mengubah batas masa jabatan presiden.
"Kami berpandangan tak ada urgensi untuk melakukan amandemen UUD ‘45, apalagi jika hanya untuk merubah batas masa jabatan presiden," kata Kamhar kepada wartawan, Rabu (23/6/2021).
"Lagi pula tak ada alasan objektif sebagai pertimbangan strategis yang menjadi capaian prestasi luar biasa pemerintah saat ini, baik itu di bidang ekonomi, politik maupun hukum sebagai dispensasi. Biasa saja, malah dibidang politik dan hukum ada beberapa indikator yang mengalami penurunan," lanjutnya.
Baca juga: Usulan Lockdown Akhir Pekan, Wagub DKI: Pemerintah Pusat yang Tentukan Kebijakan Daerah
Kamhar menjelaskan pembatasan masa jabatan presiden dua periode telah diatur dalam amendemen UUD 1945 sebagai amanah reformasi untuk memastikan sirkulasi dan pergantian kepemimpinan nasional dapat berjalan tanpa sumbatan dan menghindarkan pada jebakan kekuasaan.
Dia menegaskan masa jabatan yang terlalu lama akan membawa pada kekuasaan absolut.
"Indonesia punya pengalaman sejarah yang tak indah tuk dikenang akibat tak adanya batas masa jabatan Presiden ini. Amendemen pembatasan masa jabatan ini sebagai respon agar pengalaman orla (orde lama) dan orba (orde baru) tak kembali terulang dalam perjalanan sejarah bangsa ini," ujarnya.
Baca juga: Setelah Penembakan di Dekat Rumdin Kepala BIN, Ada Lagi Penembakan Sasar Pelajar di Tamansari
Lebih lanjut dia mengungkapkan, wacana serupa sempat muncul saat periode kedua Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dia menyebut SBY berhasil menjauhkan diri dari jebakan kekuasaan itu.
"Wacana seperti ini pernah mengemuka pada periode kedua masa jabatan Presiden SBY, namun beliau mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan ini," katanya.
"Kekuasaan itu cenderung menggoda, karenanya dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan dalam menjalankan dan memposisikan kekuasaan agar terhindar dari jebakan kekuasaan," pungkasnya.