KPK Periksa Pengusaha Rudy Hartono Sebagai Tersangka Korupsi Tanah Munjul
KPK menjadwalkan memeriksa Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar (RHI), Senin (12/7/2021).
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar (RHI), Senin (12/7/2021).
Pemilik showroom Rhys Auto Gallery tersebut bakal diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Ranggonon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019.
"Tim Penyidik hari ini (12/7/2021) mengagendakan pemeriksaan tersangka RHI dalam kapasitas sebagai tersangka dalam perjara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Tahun 2019. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Senin (12/7/2021).
KPK sebelumnya mengultimatum Rudy Hartono untuk kooperatif menjalani proses hukum kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Ranggongon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019.
Peringatan itu disampaikan KPK lantaran Rudy Hartono mangkir atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik pada Senin (14/6/2021).
Padahal, surat panggilan pemeriksaan terhadap Rudy Hartono telah disampaikan secara patut.
Baca juga: Penyuap Eks Penyidik KPK, Wali Kota Nonaktif Tanjungbalai Jalani Sidang Dakwaan Hari Ini
Namun, Rudy tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik dengan alasan sedang sakit.
"Yang bersangkutan mengonfirmasi melalui surat tidak bisa hadir dengan alasan sakit dan meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang. KPK mengimbau dan mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemanggilan ulang selanjutnya," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/6/2021).
Kasus yang menjerat Rudy merupakan pengembangan atas kasus serupa yang telah menjerat istrinya yang juga Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene; Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian; mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; serta korporasi PT Adonara Propertindo.
Konstruksi perkara
Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan Setyo Budiyanto mengungkap konstruksi perkara ini.
Jenderal bintang satu polisi itu menjelaskan Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.
Adapun bentuk kegiatan usahanya antara lain adalah mencari tanah di wilayah Jakarta yang nantinya akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan Sarana Jaya dalam hal pengadaan tanah diantaranya adalah PT Adonara Propertindo (AP) yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.
Direktur Penyidikan KPK itu menyebut, pada 8 April 2019, disepakati dilakukannya penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Sarana Jaya antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles dengan pihak penjual yaitu Anja Runtuwene.
Baca juga: KPK Tetapkan 4 Tersangka Terkait Kasus Korupsi Tanah Munjul yang Buat Rugi Negara Rp 152 Miliar
"Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50% atau sekitar sejumlah Rp108,9 miliar ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/5/2021).
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory Corneles dilakukan pembayaran oleh Sarana Jaya kepada Anja Runtuwene sekira sejumlah Rp43,5 miliar.
Setyo merinci, untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Cipayung, Jaktim tersebut, Sarana Jaya diduga melakukan empat perbuatan melawan hukum.
Pertama, tidak adanya kajian kelayakan terhadap Objek Tanah.
Baca juga: Korupsi Tanah Munjul, KPK Periksa Staf Marketing di KJPP Wahyono Adi dan Rekan
Kedua, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate.
Baca juga: Korupsi Tanah Munjul, KPK Panggil Kepala BPKD DKI Jakarta Edi Sumantri
Keempat, adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
"Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar," ungkap Setyo.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.