Diduga 59 Anak di Garut Dibaiat NII, Sebut NKRI Thogut, Tak Mau Sekolah Setelah Dibaiat
Organisasi Negara Islam Indonesia (NII) diduga melakukan pembaiatan terhadap 59 anak-anak di Garut, Jawa Barat.
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Negara Islam Indonesia (NII) diduga melakukan pembaiatan terhadap 59 anak-anak di Garut, Jawa Barat.
Pembaiatan tersebut dilakukan di sebuah kelompok pengajian di Kelurahan Sukamenteri, Kecamatan Garut Kota.
Awalnya dugaan pembaiatan tersebut terungkap saat pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut melapor hal tersebut.
Dalam laporannya disebutkan bahwa ada aktivitas pengajian baiat di sebuah masjid di Kelurahan Sukamenteri.
Baca juga: Densus 88 Turun Tangan Kasus Puluhan Warga Terpapar Radikalisme NII di Garut
Sekretaris MUI Kecamatan Garut Kota Aceng Amirudin kemudian menindaklanjuti temuan tersebut dan melakukan pemantauan di masjid.
Namun, menurut Aceng, saat itu pengajian tersebut sudah tidak ada, dan diduga para pengikut pengajian tersebut sudah mengetahui aktivitas mereka diketahui.
Meski demikian, menurut Aceng, pihaknya berupaya mendalami dan mengembangkan informasi tersebut, hingga akhirnya bisa bertemu dengan salah seorang orangtua dari anak yang mengikuti pengajian.
“Setelah ketemu Pak M (orangtua anak peserta pengajian), saya berinisiatif untuk mengumpulkan orang-orang tersebut untuk konfirmasi atau tabayun. Alhamdulillah, Selasa 15 Oktober 2021 di Aula Desa, tabayun bisa dilakukan,” kata Aceng, Kamis(7/10).
Baca juga: Densus 88 Segera Serahkan Munarman untuk Jalani Sidang Kasus Dugaan Terorisme
Dari hasil tabayun tersebut, menurut Aceng, para pengikut pengajian tersebut akhirnya membuat pernyataan siap keluar dari Negara Islam Indonesia (NII) dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Aceng menceritakan, saat dilakukan tabayun, memang ada anak yang menyebut negara Indonesia sebagai thogut, karena hukum yang digunakan bukan hukum Islam.
Bahkan, sebelumnya anak tersebut tidak mau mengakui NKRI.
Namun, setelah diberitahu akibatnya, akhirnya anak tersebut mau kembali mengakui NKRI.
“Kemarin waktu bicara di sini, dia itu mengatakan bahwa Indonesia hukumnya bukan Islam, kalau seperti itu, itu thogut. Tapi setelah diberi tahu akibatnya, dia akhirnya mau kembali ke NKRI,” kata Aceng.
Aceng menceritakan, dari keterangan para pihak yang dikumpulkan saat tabayun, aktivitas mereka saat itu hanya pengajian biasa.
Namun, ada beberapa anak yang memang pernah dibaiat oleh salah seorang sesepuh pengajian tersebut di rumahnya.
Sesepuh tersebut mengakui anak-anak dibaiat, namun tidak terkait ajaran-ajaran lain.
“Tapi dia (sesepuh pengajian) enggak tahu kalau (baiat) NII. Katanya, 'Saya cuma membaiat agar anak-anak itu jangan mabuk atau maksiat', cuma sebatas itu. Kalau ada ajaran-ajaran lain dia enggak tahu,” kata Aceng.
Baca juga: Fadli Zon Usul Densus 88 Dibubarkan, Pengamat: Sesat Pikir dan Berbahaya
Aceng menambahkan, dari data yang disampaikan, anak yang menjadi peserta pengajian dan juga sesepuh pengajian, ada sebanyak 59 orang.
Rata-rata usia 15 hingga 20 tahun dan asalnya bukan hanya dari Kecamatan Garut Kota saja, tapi sampai Kecamatan Limbangan dan Cibatu.
Seorang warga berinisial M (49), mengakui bahwa anaknya telah mengikuti pengajian tersebut sejak dua tahun lalu.
Sejak itu, anaknya yang saat ini seharusnya duduk di kelas IX SMP, tidak mau lagi melanjutkan sekolah.
“Alasannya, orang sukses itu enggak sekolah juga bisa, sekolah bukan jaminan sukses,” kata M menirukan ucapan anaknya.
Selain itu, menurut M, sejak mengikuti pengajian tersebut, perilaku anaknya memang sangat berubah, menjadi pendiam dan sering mengurung diri di kamar.
Menurut M, anaknya mengikuti pengajian tersebut dan masuk NII setelah diajak teman dekatnya dan kemudian dibaiat oleh gurunya.
“Baiat hijrah katanya, dari Islam kita seperti biasa, dia bilang Islam kita nih gelap, jadi hijrah ke tempat yang terang. NII itu, menurut versi mereka, NII itu terang,” kata M.
Baca juga: Fadli Zon Minta Densus 88 Dibubarkan, Kompolnas: Itu Narasi Kelompok Teroris, Sangat Berbahaya
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono memastikan Polri dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah mendalami dugaan paparan paham radikalisme Negara Islam Indonesia (NII) di Sukamentri, Garut, Jawa Barat.
Menurut Rusdi, nantinya tim gabungan akan mendalami apakah dugaan paparan radikalisme NII itu berkaitan dengan aliran agama atau justru kegiatan pembaitan.
"Polres Garut, Pemda Garut, MUI Garut telah turun ke lapangan untuk menyelidiki kasus tersebut. Apakah memang terjadi pembaiatan atau hanya ajaran-ajaran aliran-aliran agama tertentu pada masjid di kecamatan Sukamentri yang mengajarkan ajarannya kepada beberapa anak didiknya. Ini sedang didalami," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta.
Lebih lanjut, Rusdi menyampaikan pihaknya berkomitmen akan menuntaskan dugaan kasus radikalisme NII di Garut hingga tuntas.
Sebaliknya, ia memastikan pihaknya juga akan melakukan pembinaan terhadap 59 orang yang sempat dikabarkan diduga terpapar radikalisme NII.
"Yang pasti Polres Garut Pemda Garut dan MUI Garut telah bersama-sama untuk melakukan penyelesaian kasus tersebut. masih didalami. Ada Polri, ada Pemda dan ada MUI. Penyelidikan berjalan pada sisi lain terhadap 59 yang mendapatkan ajaran tersebut sedang dilakukan pembinaan," ujarnya.
Baca juga: 35 Kg Bom Mother of Satan Ditemukan dan Diledakkan di Gunung Ciremai, Begini Proses serta Dampaknya
Densus 88 Antiteror Polri juga turun tangan mengenai kasus puluhan warga yang diduga terpapar paham radikalisme Negara Islam Indonesia (NII) di Sukamenteri, Garut, Jawa Barat.
Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar menyebutkan penyidik tengah mengumpulkan informasi untuk mengetahui detail terkait kasus tersebut.
"Kita sudah monitor kejadian ini dan sedang mengumpulkan informasi yang lebih detail," kata Aswin.
Aswin menuturkan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan tim Densus 88. Nantinya, penyidik baru akan menyikapi langkah hukum setelah mengetahui detail kasus tersebut.
"Nanti akan ada tindak lanjut sesuai fakta yang ditemukan," pungkasnya.
Baca juga: Ahmad Sahroni Sebut Usulan Fadli Zon Bubarkan Densus 88 Kurang Bijak dan Tendensius
Lurah Sukamenteri, Suherman menyebut warga dan keluarga yang anaknya diduga sempat dibaiat NII melapor ke kelurahan untuk melakukan musyawarah bersama para tokoh dan MUI.
Dari musyawarah yang digelar di Kantor Desa Sukamenteri terduga kemudian berkomunikasi dengan sejumlah tokoh agama.
Dalam musyawarah tersebut terduga memaparkan pemahamannya bahwa pemerintahan Indonesia saat ini merupakan pemerintahan yang thogut.
"Dia bilang dari hasil kajian dirinya pemerintahan saat ini merupakan pemerintahan yang jahiliah atau thogut," ucapnya.
Baca juga: Terjadi Lagi Penipuan Rekrutmen TKK Pemkot Bekasi, Wali Kota Pepen Janji Pecat Pegawai Terlibat
Suherman menjelaskan ada 59 orang yang diajak untuk mengikuti paham radikal dengan mengucapkan syahadat baru. Namun, menurutnya, puluhan orang tersebut merupakan korban dari pencatutan.
"Waktu kami cek satu per satu yang puluhan orang tersebut, mereka mengaku tidak tahu apa-apa. Istilahnya dicatut sama yang bersangkutan," ujarnya.
Pihak kelurahan saat ini belum mengetahui asal muasal anak-anak dan remaja tersebut terpapar paham radikalisme.
"Kami bekerja sama dengan Polres Garut untuk menyelidiki dan TP2TP2A untuk memulihkan anak ini," kata Suherman.(Tribun Network/igm/kps/wly)