Puan Abaikan Interupsi di Rapat Paripurna, Muncul Celetukan : Bagaimana Mau Jadi Capres?
Interupsi tak berbalas tanggapan dari Puan, muncul celetukan dari mulut Fahmi Alaydroes menyindir sikap Puan.
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat paripurna DPR RI yang membahas persetujuan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto tampak berjalan mulus, Senin (8/11).
Namun, semua berubah ketika Ketua DPR RI Puan Maharani hendak mengetuk palu sidang menyatakan persetujuan terhadap agenda dan menutup sidang.
Bersamaan dengan itu terdengar suara satu wakil rakyat menggema di mikrofon bersahutan dengan suara Puan untuk meminta kesempatan berbicara.
"Pimpinan, saya minta waktu pimpinan, interupsi, pimpinan saya A-432," ucap anggota yang diketahui bernama Fahmi Alaydroes dari Fraksi PKS, Senin (8/11).
Baca juga: Hadi Tjahjanto Berpeluang Masuk Kabinet, Bisa Diposisi Perhubungan, Polhukam Bahkan KSP
Namun interupsi itu tak berbalas tanggapan dari Puan.
Politikus PDIP itu terus berbicara dan menutup sidang, sehingga menimbulkan celetukan keluar dari mulut Fahmi Alaydroes menyindir sikap Puan.
"Gimana mau jadi capres, hak konstitusi kita nggak dikasih," kata Fahmi.
Selepas rapat, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Utut Adianto mendatangi Fahmi.
Dia terpantau seperti berbincang hingga menunjuk-nunjuk Fahmi dengan jarinya.
Kepada media, Utut membela sikap Puan. Menurutnya, Fahmi harus memahami bahwa Sidang Paripurna tadi merupakan agenda tunggal mengenai pengesahan Andika sebagai Panglima TNI.
Karenanya interupsi dinilai Utut dapat disampaikan di kesempatan lainnya.
"Yang mimpin sidang itu berhak, interupsi diterima atau tidak. Tadi kan di awal udah dibilang, agendanya tunggal, yaitu masalah laporan Komisi I mengenai Panglima TNI, kan sudah. Interupsi bisa ditempat lain, supaya kesakralannya bisa terjaga," kata Utut.
Baca juga: Pimpinan Komisi I DPR Prediksi Andika Perkasa Jabat Panglima TNI Sampai 2024
Tak tinggal diam, Fraksi PKS langsung menggelar konferensi pers setelah interupsinya ditolak di paripurna.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menegaskan interupsi pihaknya tidak berkaitan dengan persetujuan Andika sebagai Panglima TNI.
Melainkan mengenai tak setujunya PKS terhadap Permendikbudristek No.30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Sejalan, Fahmi menyatakan celetukannya soal Puan mengalir begitu saja karena kecewa apa yang ingin disampaikannya tak mendapat respon.
"Seperti yang tadi saya sampaikan, (Permendikbudristek) itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan negara kita, ingin saya sandingkan dengan ketahanan moral bangsa. Tapi kesempatan itu (interupsi) begitu saja tidak diizinkan, maka saya sampaikan protes," kata Fahmi.
Fahmi dengan tetap tersenyum mengaku sudah meminta maaf kepada koleganya di PDIP terkait celetukannya.
Dia hanya berharap hal ini dijadikan pelajaran bagi pimpinan DPR untuk menghargai dan menjamin konstitusi anggota DPR.
"Hal itu sudah selesai tadi, teman-teman PDIP saya juga sudah minta maaf. Karena konten kita mengkritisi Permendikbudristek, saya ingin fokus kita bagaimana permen itu jadi perhatian," imbuhnya.
Baca juga: Permendikbudristek Tuai Polemik, Komisi X DPR Bakal Panggil Nadiem Makarim Jumat Ini
Sementara itu, Ketua DPP PKS Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Al Muzammil Yusuf membela protes yang dilakukan Fahmi.
Muzammil lantas mengkritik sikap Puan lantaran tak sesuai dengan Pasal 256 ayat 6 terkait tata tertib rapat paripurna DPR 2020.
Adapun isi ayat itu adalah dalam rapat paripurna setiap anggota diberi waktu untuk bicara atau mengajukan pertanyaan paling lama 5 menit dan bagi juru bicara diberi waktu paling lama 7 menit dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebijakan ketua rapat.
"Poin ini kami bacakan untuk mengingatkan kita semua, termasuk pimpinan DPR untuk saling menghormati kewajiban pimpinan sekaligus tugas dan kewajiban anggota bahwa anggota juga punya hak untuk menyampaikan aspirasi tersebut," kata Muzammil.
Baca juga: Legislator PAN Desak Permendikbudristek 30/2021 Dibatalkan
Menurutnya, PKS sebagai oposisi hanya memiliki ruang tersebut sebagai sarana menyampaikan aspirasi publik kepada pemerintah.
Karenanya dia mengimbau pimpinan DPR berpegang teguh pada Pasal 256 ayat 6 saat memimpin rapat paripurna.
Dia juga menyesalkan karena ini bukan kali pertama terjadi.
"Secara prosedur kami berpegang di pasal 256 ini sebab protesnya Fahmi setelah tidak diberi itu karena pimpinan DPR tidak memberi hak kepada kami. Adapun poin yang disampaikan tidak kalah penting dengan pelantikan atau pemilihan resmi Panglima TNI," ucapnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)