Senin, 18 Agustus 2025

Legislator PAN Desak Permendikbudristek 30/2021 Dibatalkan 

Guspardi Gaus mengkritik Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. 

Penulis: Chaerul Umam
dok. DPR RI
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI fraksi PAN Guspardi Gaus mengkritik Permendikbudristek Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. 

Menurutnya, Permendikbudristek  Nomor 30 tahun 2021 jelas mengadopsi draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang telah ditolak masyarakat luas di DPR periode 2014-2019 lalu. 

Selain itu dasar hukum dari terbitnya aturan tersebut juga tidak jelas, karena undang-undang yang menjadi cantolan hukumnya saja belum ada. 

"Padahal Undang-undang No 12 tahun 2011 pasal 8 ayat 2 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi," kata Guspardi kepada wartawan, Senin (8/11/2021). 

Baca juga: Selama Kabur, Pria yang Bacok Tetangganya Karena WiFi Mengembara ke Medan dan Jadi Sopir Tembak

Baca juga: Akun Twitter Polresta Bogor Kota Sukai Unggahan Porno, Twitter Satlantas Polresta Banyumas Diretas

Guspardi menjelaskan, Peraturan Menteri (Permen) tersebut sangat jelas melampaui kewenangan. 

Pasalnya Panitia kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat ini masih membahas tentang  RUU PKS. 

Artinya, Permen ini melangkahi undang-undang serta tidak memiliki cantolan yuridis yang jelas dan spesifik. 

"Jadi, apa  dasar hukum yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan tersebut," ujarnya. 

Legislator asal Sumatera Barat itu menilai, filosofi dan muatan dalam peraturan menteri tersebut juga jauh dari nilai-nilai Pancasila dan cenderung pada nilai-nilai liberalisme, karena tidak  berlandaskan kepada norma-norma  agama. 

Misalnya penggunaan defenisi paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) yang tidak didasarkan pada agama. 

"Maknanya selama tidak ada pemaksaan (suka sama suka), berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah," ujarnya. 

"Hal ini tentu berpotensi melegalkan dan memfasilitasi perbuatan zina dan jelas  bertentangan dengan Pancasila dan norma agama. Ini tentu merupakan satu acuan peraturan yang jelas berbahaya," lanjutnya. 

Baca juga: Kronologi Temuan 2 Pocong Mini saat Penggalian di Situs Watugenuk Boyolali, Diduga Perantara Santet

Baca juga: Wagub DKI Buka Suara Soal Banjir Ancol dan Rob yang Masih Rendam Pelabuhan Muara Baru 

Guspardi menambahkan, banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan alias suka sama suka. 

Begitu pula bermunculannya perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang kian merebak di masyarakat. 

Padahal perilaku seks di luar nikah  ataupun LGBT tidaklah dibenarkan dalam norma agama. 

Baca juga: Polisi Bawa Benda Meledak di Kediaman Orang Tua Veronica Koman ke Puslabfor

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan