Mahfud MD Ungkap Peran SPPT-TI Dalam Mencegah Korupsi dan Pengendalian Etika Penegak Hukum
Mahfud MD mengungkap peran SPPT-TI dalam mencegah korupsi dan pengendalian etika penegak hukum.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkap peran Sistem Penanganan Perkara Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) dalam mencegah korupsi dan pengendalian etika penegak hukum.
Mahfud menjelaskan pada dasarnya pemerintah telah berkomitmen dalam pemberantasan korupsi dengan terus mengambil langkah konkret melalui penerbitan kebijakan-kebijakan yang menjadi dasar dan memberi dukungan dalam upaya mencegah sekaligus memberantas tindak pidana rasuah.
Baca juga: Sidang Perdana Diwarnai Protes:Jaksa Main HP, Bandingkan dengan Sidang Rizieq hingga Munarman Curhat
Sejak awal reformasi, kata dia, pemerintah telah berkomitmen mencegah dan menangkal korupsi dan menindak korupsi baik korupsi yang berupa penggarongan dan suap terhadap uang negara.
Hal tersebut di antaranya tampak dari pembentukkan KPK, Komisi Yudisial untuk mengawasi para hakim, dan membentuk Mahkamah Konstitusi untuk mengawasi korupsi di level peraturan perundang-undangannya.
Sedangkan untuk mengawasi praktik korupsi di lingkungan birokrasi dalam kegiatan sehari-hari, kata dia, pemerintah juga sudah membuat aturan-aturan misalnya adanya aplikasi digital yang bernaung di bawah program E-Government pemerintahan yang berbasis elektronik.
Baca juga: Tjahjo Kumolo Stress Belasan Calon Eselon 1 Gagal Karena Pasangannya Kerap Buka Medsos Tokoh Radikal
Selain itu, kata dia, pemerintah juga telah melakukan pengurangan eselon-eselon yang selama ini di area kewenangannya diduga terjadi korupsi di eselon-eselon tertentu terutama pungli-pungli dalam pembuatan peraturan dan pengambilan keputusan.
Mahfud mengatakan hal tersebut selaras dengan Undang-Undang Hukum dan HAM Nasional dalam rangka mewujudkan penegakkan hukum yang berkualitas dengan mendorong keterpaduan sistem peradilan pidana.
Keterpaduan sistem peradilan pidana tersebut, kata dia, juga menjadi salah satu tujuan reformasi di mana dalam RPJMN tahun 2020-2024 juga telah dimuat amanat tentang pengembangan SPPT TI.
Sistem tersebut, kata Mahfud, dibuat agar masyarakat tahu seluk beluk penanganan perkara dan agar antar lembaga negara juga saling terikat untuk tidak main-main menangani perkara itu.
Baca juga: Tersangka Bentrokan PP dan FBR di Tangerang Bertambah, Total 7 Orang, Ada yang Pakai Narkoba
Pemerintah, kata dia, berharap kebijakan tersebut menjadi perubahan proses menuju sistem pemerintahan yang berbasis elektronik di mana terjadinya korupsi itu bisa dikontrol perkembangannya secara cepat.
Hal tersebut disampaikannya dalam Key Note Speech acara Bincang Stranas PK bertajuk Cegah Korupsi Melalui Digitalisasi Penanganan Perkara dan Penguatan Integritas Aparat Penegak Hukum yang disiarkan di kanal Youtube Stranas PK pada Kamis (2/12/2021).
"Sebagai elemen penting dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana di masa depan Indonesia, maka SPPT TI terus kita kembangkan," kata Mahfud.
Mahfud juga menjelaskan berdasarkan pengalaman di bidang hukum, praktik mafia peradilan kerap terjadi karena proses penanganan perkara tidak terdigitalisasi dan terpublikasi dengan baik.
Sampai sekarang, kata dia, persoalan tersebut terkadang masih terjadi.
"Perkara yang sudah diputus misalnya enam tahun hukumannya, tiba-tiba menjadi 6 bulan sesudah tertulis. Karena apa? Proses digitalisasi waktu itu belum ada. Sehingga dulu sering ribut apa yang disebut mafia peradilan itu bukan pada hakim, tetapi pada proses minutasi, proses pengiriman dan sebagainya," kata dia.
Baca juga: Mahfud MD Soroti 59 Kabupaten/Kota yang Belum Lakukan Reformasi Birokrasi Secara Prosedural