Minggu, 24 Agustus 2025

RJ Lino Tersangka Korupsi Pelindo II

Apresiasi Vonis RJ Lino, KPK: Langkah Maju Bagi Pemberantasan Korupsi

"...menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi, KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK dan BPKP."

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino alias RJ Lino dalam perkara korupsi pengadaan quay container crane (QCC) mendapat apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Putusan RJ Lino ini menuntaskan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan oleh KPK yang telah memakan waktu hingga lintas tiga periode kepemimpinan KPK karena kendala penghitungan kerugian keuangan negaranya.

"KPK juga mengapresiasi Majelis Hakim yang telah mempertimbangkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Accounting Forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam keterangannya, Rabu (15/12/2021).

Dalam putusannya, lanjut Ali, majelis kemudian menilai perbuatan RJ Lino telah merugikan keuangan negara hingga 1,99 juta dolar AS atau sekitar Rp28 miliar.

"Hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi bahwa KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] yang memiliki kewenangan tersebut," katanya.

Menurut Ali, putusan majelis hakim telah menjunjung tinggi azas-azas penegakkan hukum tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime.

"Yang tidak hanya untuk memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku, namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara," katanya.

Diberitakan, RJ Lino divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subisder 6 bulan kurungan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan RJ Lino terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC tahun 2010 di pelabuhan Panjang Lampung, Pontianak, dan Palembang. RJ Lino dinilai telah merugikan negara senilai Rp28,82 miliar.

Namun, ia dinyatakan tidak terbukti menikmati uang tersebut. Majelis hakim menilai, kerugian itu karena pengadaan QCC tidak sesuai prosedur dan justru memperkaya perusahaan pengada asal China yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM).

Hakim Ketua Sebut KPK Kurang Cermat Hitung Kerugian Negara di Kasus RJ Lino

Ketua Majelis Hakim Rosmina menyebutkan  KPK tidak cermat saat menghitung kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan dan pemeliharaan tiga unit quayside container crane (QCC) dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino alias RJ Lino.

"Unit forensik akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung perhitungan kerugian negara," ucap Hakim Rosmina saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/12/2021).

RJ Lino divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan tiga unit QCC pada tahun 2010 di Pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Pelabuhan Palembang (Sumatera Selatan).

Baca juga: Eks Dirut Pelindo II RJ Lino Divonis 4 Tahun Bui dan Denda Rp500 Juta di Kasus Korupsi QCC

Namun, Rosmina selaku ketua majelis hakim mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dan menyatakan dalam diri RJ Lino tidak ditemukan niat jahat sehingga tidak dapat dipidana.

RJ Lino tetap dinyatakan bersalah karena dua orang hakim, yaitu hakim anggota satu Teguh Santoso dan hakim anggota dua selaku hakim ad hoc tipikor Agus Salim meyakini RJ Lino melakukan korupsi.

Rosmina menyampaikan sejumlah pertimbangan sebagai alasan dissenting opinion.

Baca juga: Bikin Pelindo II Untung dan Bersikap Sopan Jadi Hal yang Meringankan Hukuman RJ Lino

Pertama, terkait nilai pembayaran pengadaan dan pemeliharaan tiga unit QCC twin lift 61 ton yang disebut jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS atau setara sekitar Rp17 miliar.

Perhitungan kerugian negara dalam perkara tersebut dilakukan dua lembaga, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.

Berdasarkan hasil perhitungan pembayaran riil yang dilakukan PT Pelindo II kepada HDHM Cina, kata Rosmina, sebesar 15.165.150 dolar AS di laporan hasil pemeriksaan (LHP) KPK dan BPK.

Hal tersebut terjadi karena kepada PT HDHM dikenai denda keterlambatan pengiriman barang. 

Namun, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK menyebutkan jumlah bersih yang diterima HDHM dari Pelindo II atas pelaksanaan pengadaan tiga unit pengadaan QCC adalah 15.554.000 dolar AS.

Rosmina menilai Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung jumlah kerugian negara.

BPK, menurut Rosmina, menghitung kerugian negara dengan cara menghitung selisih nilai pembayaran pembangunan dan pengiriman serta pemeliharan tiga unit QCC dengan nilai realiasi pengeluaran HDHM.

Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memilih untuk (A) menghitung jumlah bersih yang diterima HDHM dari pembayaran Pelindo II, (B) menghitung jumlah pengadaan tiga QCC yaitu nilai HPP di manufaktur di Cina ditambah dengan margin keuntungan wajar dan biaya lain-lain, termasuk biaya pengiriman dan biaya lainnya sampai siap dipakai oleh Pelindo II sehingga jumlah kerugian negara adalah poin (A) dikurangi poin (B).

Menurut Hakim Rosmina, di antara metode perhitungan kerugian negara antara yang dilakukan BPK dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK terjadi perbedaan, yaitu BPK tidak lagi memperhitungkan keuntungan penyedia barang sedangkan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan meski kerugian negara disebut timbul akibat adanya penyimpangan-penyimpangan.

Rosmina menyebut tujuan pengadaan barang adalah keuntungan baik penyedia maupun pengguna. Jika pengadaan menyimpang, keuntungan tidak dapat diterima.

"Namun, dalam perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK terdapat perbuatan-perbuatan menyimpang dari peraturan yang berlaku namun tetap kepada penyedia barang diberi hak untuk mendapat keuntungan," kata Hakim Rosmina

Perhitungan keuntungan yang dilakukan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, menurut Rosmina, telah melakukan pelanggaran asas perhitungan kerugian negara, yaitu keuntungan hanya dapat diberikan jika ada pelanggaran

Baca juga: Hakim Ketua Sebut KPK Kurang Cermat Hitung Kerugian Negara di Kasus RJ Lino

Oleh karena itu, katanya lagi, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dilakukan secara tidak cermat dan melanggar asas perhitungan kerugian negara, sehingga perhtingan keuntungan bisa dikesampingkan.

Kedua, Rosmina menyebut penggunaan QCC twin lift membawa keuntungan baik bagi pengguna jasa pelabuhan maupun pada perusahaan dalam hal ini Pelindo II.

Meski terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pengadaan tiga QCC twin lift, menurut dia, substansi penyimpangan tujuan terdakwa adalah mendapat atau mengejar keuntungan PT Pelindo II, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

"Dalam diri terdakwa tidak ditemukan niat jahat melakukan korupsi. Maka, hakim ketua majelis tidak sepakat dengan penuntut umum, hakim anggota I dan hakim anggota II ad hoc. Jika pada diri terdakwa tidak ditemukan niat jahat pengadaan tiga unit QCC, tidak ada pidana tanpa ada niat jahat dan beralasan hukum untuk membebaskan terdakwa," ucap Rosmina.

Atas vonis tersebut, RJ Lino dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.(*)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan