Senin, 11 Agustus 2025

Guru Rudapaksa Santri

Hasil Putusan Kasus Herry Wirawan, LPSK Sarankan Sita Aset Terkait Restitusi Dibahas dalam RUU TPKS

Edwin Partogi menyarankan sita aset pelaku kekerasan seksual dilakukan sejak awal penyidikan bisa dibahas dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Und

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Tangkapan Layar
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dalam acara bertajuk Restitusi VS Kompensasi Bagi Korban Kekerasan Seksual yang digelar LPSK secara daring dan luring pada Rabu (23/2/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi menyarankan sita aset pelaku kekerasan seksual dilakukan sejak awal penyidikan bisa dibahas dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Menurutnya, sita aset pelaku tersebut bisa digunakan untuk pembayaran restitusi.

Hal tersebut disampaikannya berkaca dari putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung atas kasus terdakwa rudapaksa 13 santriwati, Herry Wirawan.

Edwin menyampaikan hal tersebut dalam acara bertajuk Restitusi VS Kompensasi Bagi Korban Kekerasan Seksual yang digelar LPSK secara daring dan luring pada Rabu (23/2/2022).

"Seandainya sejak awal penyidikan dilakukan sita aset terhadap aset pelaku baik pribadi maupun yayasan, sita aset ini sebenarnya bisa digunakan untuk pembayaran restitusi, sayangnya ini tidak terjadi. Dan mungkin juga sebaiknya diakomodir dalam pembahasan RUU TPKS," kata Edwin.

Selain itu, kata dia, perlu ada aturan lain terkait konsekuensi terhadap terpidana apabila terpidana tidak mampu membayar restitusi.

Aturan tersebut, kata Edwin, di antaranya tidak dipenuhinya hak narapidana apabila terpidana tidak membayar restitusi.

Baca juga: DPR Dukung Kejaksaan Banding Terkait Putusan Restitusi Korban Kekerasan Seksual Herry Wirawan

"Jadi kalau tidak membayar restitusi tidak dapat remisi, percobaan bersyarat, cuti, segala macam. Ini rekomendasi yang mungkin kita bisa titipkan di pembahasan KUHAP, KUHP, dan RUU TPKS," kata Edwin.

Ia juga menyampaikan pihaknya menilai putusan hakim yang membebankan restitusi dalam kasus terdakwa rudapaksa 13 santriwati, Herry Wirawan, kepada Kemententerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kurang tepat.

"Bahwa dalam putusan ini LPSK berpandangan putusan hakim untuk membebankan restitusi kepada Kemen PPPA itu kurang tepat," kata Edwin.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan, terdakwa rudapaksa 13 santriwati. 

Vonis dijatuhkan Majelis Hakim dalam sidang yang digelar, Selasa (15/2/2022). 

Selain menjatuhkan vonis berupa hukuman penjara seumur hidup, Majelis Hakim juga memerintahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk membayar retitusi (ganti rugi) senilai Rp331 juta kepada korban. 

Berikut isi putusan hakim pada perkara yang menjerat Herry Wirawan:

"1. Menyatakan terdakwa Herry Wirawan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya sehingga yang dilakukan pendidik menimbulkan korban lebih dari satu orang beberapa kali sebagaimana dalam dakwaan primer.

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup

3. Menetapkan terdakwa tetap ditahan

4. Membebankan retitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan dengan perincian sebagai berikut:

- anak korban 11 sejumlah Rp 75.077.000

- anak korban 3 sejumlah Rp 22.535.000

- anak korban 8 sejumlah Rp 20.523.000

- anak korban 9 sejumah Rp 29. 497.000

- anak korban 6 sejumlah Rp 8.064.064

- anak korban 2 sejumlah Rp 14.139.000

- anak korban 10 sejumlah Rp 9.872.368

- anak korban 12 sejumlah Rp 85.830.000

- anak korban 7 sejumlah Rp 11.378.000

- anak korban 6 sejumlah Rp 17.724.377

- anak korban 4 sejumlah Rp 19. 663.000

- anak korban 9 sejumlah Rp 15. 991.377

5. Menetapkan sembilan anak dari para korban dan anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat cq UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat dengan dilakukan evaluasi secara berkala. Apabila hasil evaluasi ternyata para korban dan anak korban sudah siap mental dan jiwanya untuk menerima dan mengasuh anaknya dan situasinya telah memungkinkan, anak tersebut dikembalikan kepada anak korban masing-masing

6. Menetapkan barang bukti berupa satu sepeda motor yamaha mio z warna hitam dirampas untuk negara.

7. Membebankan biaya perkara kepada negara."

Adapun restitusi yang diajukan 12 dari 13 korban perkosaan Herry Wirawan totalnya sebesar Rp331.527.186.

Pertimbangan hakim adalah pemberian restitusi kepada terdakwa tidak dapat dibebani meskipun pembayaran restitusi merupakan hukuman tambahan.

Pembayaran restitusi di luar ketentuan hukuman tambahan sebagaimana Pasal 67 KUHP, maka restitusi dialihkan pihak lain.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan