Presidensi G20 Indonesia Bisa Jadi Momentum Bangun Kesehatan dan Digitalisasi
G20 ini seharusnya mempertajam komitmen bersama untuk memajukan industri kesehatan, karena semua mau adil dan merata
Penulis:
Sanusi
Editor:
Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidensi G20 oleh Indonesia merupakan momen penting untuk membahas strategi penguatan sektor kesehatan dan digitalisasi bagi pembangunan masa depan bangsa-bangsa.
Pengalaman pandemi Covid-19 telah membuka pemahaman seluruh pihak untuk mengakselerasi dua sektor vital tersebut.
“Jadi G20 ini seharusnya mempertajam komitmen bersama untuk memajukan industri kesehatan, karena semua mau adil dan merata. Karena perlu kolaborasi, baik dari sisi pendanaan, standardisasi, SDM, hingga keterlibatan pemerintah maupun kontribusi global,” kata John Riady, Direktur Eksekutif Lippo Group.
Mengutip data survei World Economic Forum (WEF), John mencatat terdapat tiga risiko yang paling merisaukan bagi kalangan pebisnis. Pertama yakni tingkat penyebaran infeksi penyakit secara global, mengingat saat ini interaksi telah semakin intensif antar negara.
“Pola ini memungkinkan adanya krisis kesehatan yang bisa memicu krisis multidimensi lainnya.”
Hal ini berkaitan dengan risiko tentang krisis sumber pendapatan bagi masyarakat. Konektivitas global yang niscaya menyimpan ancaman berupa ketimpangan sumber daya manusia dan sumber pertumbuhan ekonomi yang mampu membuka lapangan pekerjaan.
Baca juga: Reaksi Sejumlah Negara Setelah Vladimir Putin Nyatakan Ingin Hadiri KTT G20 Akhir November di Bali
Kedua, krisis iklim. Perubahan ekstrim terhadap iklim mempengaruhi produktivitas pangan, hingga menyebabkan krisis lingkungan lainnya, serta memunculkan berbagai bencana alam. Ketiga, keamanan siber. Digitalisasi yang memudahkan ternyata rentan gangguan dan berdampak cepat secara luas.
Menurut John, ketiga risiko besar yang dikhawatirkan para pengusaha itupun saat ini mendapatkan panggung pembahasan dalam forum G20, di mana Indonesia yang menjadi presidensi.
“Hal ini merupakan momentum bagi Indonesia mengajak seluruh pemangku kepentingan global untuk membangun masa depan yang lebih baik, karena G20 mewakili 60 persen populasi dunia, 80 persen PDB global.”
Menurut John, pada risiko pertama yang paling merisaukan mengharuskan kerja sama global maupun pemerintah dan swasta untuk memperkuat sektor kesehatan. Terlebih lagi, lanjutnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah menyerukan adanya arsitektur baru kesehatan dunia.
“Arsitektur itu dimaksudkan agar kerja sama dalam peningkatan kualitas, standardisasi, hingga pendanaan bisa dikerjasamakan secara global. Saya nilai untuk ukuran negara dengan populasi produktif yang cukup tinggi, Indonesia terbilang masih tertinggal dalam belanja kesehatan,” tuturnya.
Hal ini, lanjutnya, erat kaitannya dengan tingkat ekonomi masyarakat. Kurang dari 3,1 persen PDB untuk belanja kesehatan, rasio ranjang rawat hingga jumlah tenaga kesehatan dan dokter, masih tertinggal juga.
Karena itu, menurutnya, butuh keterlibatan yang luas dari seluruh pihak untuk meningkatkan sektor kesehatan.
“Ini sektor strategis, di mana saat pandemi ini kita lihat ketahanan sektor kesehatan yang hampir jebol, sedangkan pembangunan manusia ke depan juga tidak terlepas dari sektor kesehatan. Industri kesehatan harus diperkuat baik dari sisi investasi maupun tenaga profeisonalnya.”