Selasa, 9 September 2025

Kontroversi ACT

Terungkap, Ini Rician Dana Korban Lion Air JT-610 Sebesar Rp 68 Miliar yang Diduga Diselewengkan ACT

Polri merinci delapan tempat aliran dana korban Lion Air JT-610 Rp 68 miliar yang diselewengkan ACT. Berikut rinciannya.

Editor: Adi Suhendi
Kloase Tribunnews.com
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan (kiri) dan Logo ACT (kanan). Polri merinci delapan aliran dana korban Lion Air JT-610 Rp 68 miliar yang diselewengkan ACT. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri masih menyidik kasus dugaan penyelewengan dana korban Lion Air JT-610 oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar Rp 68 miliar.

Lantas, untuk apa saja dana tersebut digunakan ACT?

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan ada delapan tempat yang dijadikan aliran dana dugaan penyelewengan tersebut.

"Satu, dana pengadaan Armada Rice Truk sebesar Rp. 2.023.757.000. Kedua, Dana pengadaan Armada Program Big Food Bus sebesar Rp. 2.853.347.500," kata Ramadhan dalam keterangannya, Kamis (4/8/2022).

Ketiga, lanjut Ramadhan, dana tersebut dialirkan ACT ke pembangan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp. 8.795.964.700.

Baca juga: Terima Aliran Dana dari ACT, PPATK Blokir Rekening Koperasi Syariah 212

"Selanjutnya, dana kepada Koperasi Syariah 212 Rp10.000.000.000, dana talangan kepada CV CUN RP. 3.050.000.000, keenam, dana talangan kepada PT. MBGS Rp. 7.850.000.000," bebernya.

Selanjutnya, Ramadhan mengungkapkan, dana tersebut dialirkan untuk dana yayasan seperti gaji, tunjangan, sewa kantor, dan pelunasan pembelian kantor.

Selain itu, dana tersebut juga dialirkan ke yayasan lainnya yang terafiliasi dengan ACT.

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar (kiri), logo ACT (tengah), Mantan Presiden yang juga founder ACT Ahyudin (kanan).
Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar (kiri), logo ACT (tengah), Mantan Presiden yang juga founder ACT Ahyudin (kanan). (Tribunnews.com/Igman Ibrahim/Naufal Lanten/Fandi Permana)

Meski begitu, Ramadhan tidak merinci yayasan-yayasan tersebut.

Selewengkan Dana Sebesar Rp 68 Miliar

Dana korban Lion Air JT-610 yang diselewengkan para tersangka Aksi Cepat Tanggap (ACT) kembali bertambah.

Kali ini, total dana yang diselewengkan bertambah dua kali lipat.

Baca juga: Polri: Dana Donasi Boeing yang Diselewengkan ACT Capai Rp 68 Miliar, Tambah Dua Kali Lipat

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah menyampaikan bahwa dana korban Lion Air dari pihak Boeing yang diselewengkan sebelumnya terhitung Rp 34 miliar, kini jumlahnya menjadi Rp68 miliar.

"Hasil sementara temuan dari tim audit keuangan (akuntan publik) bahwa dana sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai peruntukannya oleh Yayasan ACT sebesar Rp68 miliar," kata Nurul di Kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).

Selain itu, kini ada 843 rekening terkait tersangka kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) tersebut diblokir pihak kepolisian.

Rekening-rekening itu masih dilakukan pendalaman pihak kepolisian.

"Penelusuran 843 rekening dari informasi PPATK terkait rekening 4 tersangka yayasan ACT dan afiliasinya serta pihak lainnya," kata Kombes Nurul Azizah.

Ia menuturkan bahwa rekening-rekening itu diblokir untuk dilakukan pendalaman dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga: Ketua Umum Koperasi Syariah 212 Akui Terima Aliran Dana Rp10 Miliar dari ACT

Namun, dia tidak merinci mengenai total saldo dalam rekening-rekening tersebut.

"Status rekening tersebut dilakukan pemblokiran lanjutan oleh penyidik sesuai kewenangan dalam UU TPPU," jelas Nurul.

Lebih lanjut, Nurul menuturkan bahwa pihaknya juga akan melakukan klarifikasi dan penelusuran 777 rekening yayasan ACT. Hal itu berdasarkan koordinasi dengan Kemensos RI.

"Itu untuk mengetahui rekening mana saja yang terdaftar dan tidak terdaftar di Kemensos sebagai rekening resmi yayasan," jelasnya.

Lebih lanjut, Nurul menuturkan penyidik juga tengah melacak aset para tersangka kasus ACT.

Namun, dia masih belum merinci mengenai daftar aset yang telah disita penyidik.

Baca juga: 843 Rekening Terkait ACT Diblokir Polisi, Ketua Koperasi Syariah 212 Telah Diperiksa

"Kami melakukan aset tracing terhadap harta kekayaan baik yayasan maupun para tersangka dan pihak yang terafiliasi," katanya.

Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut.

Keempatnya pun sudah dilakukan penahanan.

Keempat tersangka itu adalah Ahyudin selaku Pendiri ACT, Ibnu Khajar sebagai pengurus ACT, Hariyana Hermain selalu Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy, dan Novariadi Imam Akbari selaku sekretaris ACT periode 2009 hingga 2019 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.

Keempat tersangka dijerat pasal berlapis.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.

"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP.

Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi.

Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli pidana hingga ITE.

"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yang terdiri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ITE, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.

"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan