Pemilu 2024
Bawaslu dan Jampidum Melihat UU Pemilu Masih Buka Ruang Multitafsir Penegakan Hukum
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja dan juga Jampidum Kejagung RI Fadil Zumhana sampaikan hambatan penegakan hukum pemilu.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penegakan hukum pemilu oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memiliki hambatan normatif, yakni keterbatasan Undang-Undang (UU) dalam mengurai soal pidana pemilu.
Hal tersebut menjadi pokok persoalan yang disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) Rahmat Bagja dan juga Jampidum Kejagung RI Fadil Zumhana.
Hal tersebut mereka sampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Sentra Gakkumdu di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (19/9/2022) malam.
Baca juga: Bawaslu Serius Awasi Buzzer yang Ganggu Tahapan Pemilu
"Hambatan normative dalam penegakan pemilu, dimana UU Pemilu dan UU Pilkada masih banyak membuka ruang tafsir dan bersifat ambigu, termasuk dalam penegakan tindak pidana pemilu dalam Sentra Gakkumdu," ujar Bagja.
Bagja mencontohkan norma di dalam UU 7/2017 tentang Pemilu memuat aturan yang ambigu terkait dengan kampanye di tempat pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas umum.
"Bahasa penyambungnya 'dan', bukan 'dan/atau'. Ini persoalan tersendiri dalam Sentra Gakkumdu. Sehingga lebih bagus kiranya dari mulai Sentra Gakkumdu ini," ucapnya.
"Beberapa bulan ke depan, harus ditemukan formulasi yang tepat untuk membuat tafsiran seragam baik dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota," tambahnya.
Sementara itu, Jampidum Fadil Zumhana menambahkan ketidakjelasan UU Pemilu dalam mengatur penegakan hukum pemilu.
"Berkaitan dengan tindak pidana pemilu, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang selanjutnya disebut UU Pemilu, tidak memberikan definisi atau pengertian apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu," paparnya.
Baca juga: Bawaslu Harap Pihaknya Bersama Gakkumdu Temukan Formula untuk Hadapi Persolan Pemilu
Dia juga mengurai terkait UU Pemilu yang hanya mengatur tentang ketentuan pidana terhadap perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori tindak pidana pemiluhingga rumusan definisi tindak pidana pemilu.
Justru, Fadil menyatakan bahwa definisi tindak pidana pemilu diatur dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana dan Pemilihan Umum.
"Yang menjelaskan bahwa tindak pidana pemilihan umum adalah tindak pidana pelanggaran dan atau kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pemilu," paparnya.
"Dan juga Peraturan Bawaslu Nomor 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan Pelanggaran Pemilihan Umum," Fadil menegaskan.