Polisi Tembak Polisi
Kuat Maruf Sebut Perintah Ferdy Sambo 'Hajar Chad', Kesaksiannya Bertolak Belakang dengan Bharada E
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencecar keterangan terdakwa Kuat Maruf saat bersaksi untuk Bharada Richard Eliezer dan Bripka Ricky
Editor:
Wahyu Aji
"Seingat saya, Om Yosua dipanggil sama Om Ricky," kata Kuat di dalam persidangan.
Yosua pun memenuhi panggilan tersebut dengan masuk ke Rumah Duren Tiga.
Kemudian disusul oleh Kuat dan Ricky.
"Yosua masuk, enggak lama saya masuk," kaya Kuat.
"Kemudian?" tanya Majelis Hakim.
"Ricky."
Begitu masuk, Kuat melihat Yosua dimarahi oleh Sambo.
Saat itu dia mendengar beberapa perkataan Sambo ke Yosua.
"Kamu kurang ajar sekali kamu. Tega sekali sama saya," ujar Kuat mengingat ucapan Sambo saat itu.
"Yosua pun disebut Kuat sempat menjawab, "Apa?"
Kemudian Kuat mendengar Sambo berkata ke Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E yang saat itu sudah ada di depan Yosua dan Sambo.
"Hajar, Chad! Hajar, Chad!" kata Sambo, sebagaimana diceritakan Kuat.
Richard pun lantas menembak Yosua beberpaa kali.
"Ditembak sama Richard. Der! Der!"
Setelah Yosua tersungkur di samping tangga, Kuat melihat Sambo sempat mundur ke belakang.
Dia pun sempat melihat ke arah Kuat pada saat itu.
Oleh sebab itu, Kuat mengira Sambo hendak menembaknya juga.
"Kirain saya waktu itu saya mau ditembak juga. Waktu itu saya ketakutan," katanya.
Ternyata, Sambo kemudian melangkah ke depan dan meluncurkan tembakan ke arah dinding rumah.
"Ternyata bapak maju ke depan. Bapak tembak tembok."
Sindiran hakim untuk Kuat Maruf
Sederet keterangan Kuat Maruf tak mentah-mentah diterima majelis hakim.
Menurut majelis hakim, jika Kuat Ma'ruf menyampaikan keterangan yang benar selama proses hukum kasus tewasnya Brigadir Yoshua Hutabarat, maka tidak akan ada puluhan anggota polri yang terkena sanksi etik.
Hal itu diungkapkan hakim saat Kuat Ma'ruf dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Richard Eliezer dan Ricky Rizal.

Mulanya, majelis hakim menanyakan soal penjelasan Kuat Ma'ruf saat diperiksa di Provos Polri.
"Saudara bisa menjawab skenario itu?" tanya Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa dalam persidangan.
"Tidak, awalnya karena saya belum ada apa-apa, saya udah jawab semuanya tapi baru separuh pak Sambo datang, itu kertasnya disobek-sobek," kata Kuat.
"Siapa yang meriksa saudara?" tanya lagi hakim.
"Saya tidak kenal dengan Provos," jawab Kuat.
Menanggapi jawaban Kuat Ma'ruf, lantas majelis hakim menegaskan untuk menanyakan siapa anggota Provos yang memeriksa.
Sebab jika memang diketahui identitas dari anggota Provos tersebut, rencananya majelis hakim akan menghadirkannya di persidangan.
"Provos, siapa provosnya? Biar kita panggil sekarang, bener gak keterangan saudara ini?" tanya lagi majelis hakim.
"Baik bagus dipanggil yang mulia, biar jelas," jawab Kuat.
"Siapa namanya?" tanya lagi majelis hakim.
"Saya tidak kenal," timpal Kuat.
"Gimana saudara ini, bagaimana saudara? Siapa yang (memeriksa) saudara itu?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Saya tidak kenal yang meriksa saya," jawab Kuat.
Baca juga: Terungkap, Ferdy Sambo Sobek-sobek Berita Acara Interogasi Kuat Maruf di Provos Propam Polri
Atas hal itu, majelis hakim menyinggung pernyataan Kuat. Menurut Hakim Wahyu, jika Kuat Ma'ruf memberikan keterangan dengan benar, maka tidak akan ada anggota polisi yang disidang etik.
"Lah iya kalau saudara sudah membuat keterangan seperti itu di awal, ceritanya gak seperti ini. Paham saudara? Tidak akan ada 95 polisi yang akan disidang kode etik," ucap dia.
Menjawab pernyataan hakim Wahyu, Kuat Ma'ruf malah menyampaikan alibi kali saat diperiksa di Provos dirinya merasa tegang.
Bahkan, Kuat Ma'ruf mengaku tidak bisa menulis karena merasa gemetaran.
"Saya tegang, saya diperiksa di provos sendiri-sendiri, pada saat itu saya bingung cerita apa, jadi apa yg ditanyakan saya ceritakan di sini. Tapi belum ada yang bohong-bohong seperti itu," kata Kuat.
"Jadi saya ditanya pertama dilihat KTP dulu, saya suruh nulis, saya bilang saya gak bisa nulis, saya lagi gemetaran, akhirnya ditulis tangan sama provosnya," tukas dia.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Baca juga: Kuat Maruf-Ricky Rizal Kompak Tak Lihat Ferdy Sambo Tembak Brigadir J, Hakim: Kalian Buta dan Tuli?
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Selain para terdakwa, dalam kasus ini juga terlibat setidaknya 95 anggota Polri yang terkena sanksi etik, mulai dari mutasi hingga demosi jabatan.