Wartawan Jadi Kapolsek
Silang Pendapat Wartawan Jadi Kapolsek: IPW Sebut Intel Sejati, AJI dan LBH Tuding Polri Main Kotor
Silang pendapat terjadi antara IPW dengan AJI dan LBH soal fenomena wartawan menjadi Kapolsek oleh Umbaran Wibowo. Ini isinya.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Fenomena wartawan diangkat menjadi kapolsek baru saja terjadi dan dialami oleh Umbaran Wibowo.
Diketahui sebelumnya, Umbaran menjadi perbincangan ketika dirinya dilantik menjadi Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah setelah sebelumnya berprofesi sebagai wartawan selama 14 tahun di salah satu stasiun televisi nasional, TVRI.
Terkait fenomena ini, silang pendapat pun terjadi antara Indonesia Police Watch (IPW) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebut fenomena ini merupakan bentuk keberhasilan Umbaran Wibowo selama tugasnya sebagai intelijen dengan tidak terendus identitas aslinya.
Bahkan, Sugeng memberi predikat 'intel sejati' kepada Umbaran.
Berbeda dengan IPW, AJI dan LBH menuding institusi kepolisian telah melakukan cara kotor lantaran menyusupkan seorang intelijen ke institusi media pers.
Baca juga: IPW soal Fenomena Wartawan jadi Kapolsek: Keberhasilan Jadi Intelijen Sejati
Bahkan AJI menyebut, dalam siaran persnya, tindakan penyusupan intelijen ini telah melanggar pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
IPW: Intel Sejati, Bisa Dipraktekan ke Kasus Lain

Sugeng menganggap Umbaran Wibowo adalah seorang intelijen sejati lantaran telah menjalankan tugas pkok dan fungsi (tupoksi)-nya dengan baik.
Hal tersebut lantaran Umbaran mampu tidak terendus identitas aslinya selama menjadi wartawan di TVRI.
"IPW melihat adanya anggota intelijen yang berhasil menjadi wartawan kontributor TVRI selama 14 tahun justru menunjukan keberhasilan intelijen pimpinannya. Dengan keberhasilan 14 tahun tanpa terdeteksi bahwa yang bersangkutan adalah polisi, itu menunjukan ia adalah seorang intelijen berhasil dan sejati," ujarnya kepada Tribunnews.com, Kamis (15/12/2022).
"Itu malah harus diapresiasi karena keberhasilannya itu menunjukkan telah menjalankan tupoksinya dengan baik. Jadi ketika dia dipromosikan menjadi Kapolsek, menurut saya itu wajar," imbuh Sugeng.
Baca juga: Respon Mabes Polri soal Intel yang Menyamar jadi Wartawan dan Kini Jabat Kapolsek di Blora
Bahkan Sugeng pun menyarankan agar Polri menugaskan intelijen seperti Umbaran ke kasus-kasus lain seperti penyelidikan kelompok terorisme hingga jaringan narkoba untuk mengungkapnya.
Tidak hanya itu, dirinya juga menyinggung aktivitas tambang ilegal seperti kasus Ismail Bolong agar intelijen juga dapat masuk untuk membuka tabir kasus itu.
"Kalau perlu intelijen Polri bisa juga meletakan anggotanya untuk undercover, pada misalnya kelompok-kelompok yang diduga memiliki paham radikal yang mengarah kepada tindakan-tindakan teroris atau tindakan jaringan narkoba supaya bisa mengungkap kasus-kasus tersebut."
"Bahkan, harus juga intel-intel untuk memantau praktek-praktek tambang ilegal bukan justru intel seperti Ismail Bolong itu menjadi pelaku daripada pertambangan ilegal dan melakukan penyetoran uang perlindungan, misalnya," papar Sugeng.
Di sisi lain, Sugeng juga menanggapi kecaman dari AJI dan LBH yang menyebut fenomena Umbaran Wibowo adalah cara kotor Polri dalam menyusupkan intelijen ke institusi media pers.
Baca juga: 14 Tahun Menyamar dan Kini Jadi Kapolsek, Status Wartawan Iptu Umbaran Bakal Dicopot
Menurutnya, sejauh Umbaran tetap berpegang dengan kaidah jurnalistik sebagai wartawan hingga informasi yang diperoleh bukan untuk kepentingan menyimpang, maka dinilai sah-sah saja.
"Apa yang dilanggar ya? Selama Umbaran menjalankan tugas jurnalistik berpegang pada kaidah Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan tidak menggunakan informasi intelijennya (untuk) memberangus hak asasi manusia, atau digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang menyimpang dan disalahgunakan misalnya memeras serta tidak membuka sumber untuk dikriminalisasi untuk sesuatu yang off the record, tidak masalah," jelas Sugeng.
Sugeng pun meminta pembuktian dari AJI dan LBH jika Umbaran telah melanggar ketentuan jurnalistik selama dirinya berprofesi wartawan sembari menjadi intelijen.
"Kalau ada yang bisa dibuktikan penyalahgunaan jabatan sebagai jurnalis dengan membocorkan sumber dan kriminalisasi, itu baru diprotes sebagai tindakan kotor," katanya.
AJI dan LBH: Cara Kotor Polri Susupkan Intelijen ke Media Pers

Berbeda dengan IPW, AJI dan LBH justru menganggap fenomena Umbaran ini adalah cara kotor Polri dengan menyusupkan intelijen ke institusi media pers.
Pernyataan ini adalah salah satu poin terkait desakan AJI dan LBH soal fenomena ini.
"Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik," demikian tertuang dalam poin pertama siaran pers yang dikutip dari laman AJI.
Baca juga: Fakta Iptu Umbaran Wibowo, Mantan Wartawan TVRI yang Diangkat Jadi Kapolsek di Blora
Selain itu, AJI dan LBH juga menganggap masuknya Umbaran menjadi intelijen di institusi pers telah menyalahi aturan yaitu pasal 6 Undang-Undang (UU) No.40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat, dan benar," tulis AJI dan LBH.
Tak hanya itu, penyusupan intelijen ini juga bertentangan dengan pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap".
Di sisi lain, AJI dan LBH mendesak agar organisasi pers dan media harus melakukan penelusuran latar belakang calon wartawan yang akan direkrut.
Hal ini untuk menghindari penyusupan seperti yang dilakukan kepolisian dalam konteks fenomena Umbaran Wibowo.
"Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum," tulis AJI dan LBH dalam keterangan tertulisnya.
Buntut kasus ini, AJI dan LBH pun menuliskan lima poin desakan dan berikut rinciannya.
1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.
2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.
3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.
4. Mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.
5. Mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Wartawan Jadi Kapolsek