Kasus di Mahkamah Agung
KPK Sebut Mafia Kasus Tak Hanya Bermain di Pengadilan Tapi Sudah Dari Tahap Penyidikan
KPK menyebut mafia kasus bukan hanya berada di pengadilan tapi sudah bermain mulai tahap penyelidikan hingga penyidikan.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi informasi keberadaan mafia kasus.
Tak hanya berada di pengadilan, mafia kasus disebut sudah 'bermain' mulai tahap penyelidikan hingga penyidikan.
"Terkait info mafia kasus itu memang ada. Sebetulnya tidak hanya menyangkut di jajaran pengadilan, mulai dari penyidikan kita sudah dapat informasinya, muaranya kan ke pengadilan. Informasi-informasi itu kita terima dari masyarakat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Ihwal mafia kasus itu diutarakan Alex, sapaan Alexander Marwata, sekaligus meresposn kinerja lembaganya yang belum lama ini membongkar dan mengusut dugaan suap sejumlah hakim terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: KPK Tambah Masa Penahanan Hakim Agung Sudrajad Dimyati Dkk
Sejumlah hakim di MA ditetapkan sebagai tersangka suap penanganan perkara.
Beberapa di antaranya Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan teranyar Hakim Yustisial Edy Wibowo.
Para hakim tersebut diduga menerima suap dan bermain perkara.
Diduga uang suap itu diterima untuk mempengaruhi putusan di tingkat kasasi.
Perkara yang diputus itu mulai dari perdata hingga pidana.
Teranyar, hakim Edy menerima suap untuk mengurus perkara kepailitan di tingkat kasasi.
Baca juga: KPK Fasilitasi Komisi Yudisial Periksa Penyuap Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Pengusutan kasus itu dibongkar melalui operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu.
Dikatakan Alex, domain wewenang KPK adalah menindak korupsi aparat penegak hukum (APH) dan penyelenggara negara.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pada kasus tipikor.
Kebetulan OTT yang dilakukan beberapa waktu lalu itu terkait dugaan suap yang melibatkan dunia peradilan dan hakim.
Baca juga: KPK Fasilitasi Komisi Yudisial Periksa Penyuap Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Berbekal informasi keberadaan mafia hukum yang telah dikantongi, lembaga antikorupsi memberi sinyal membongkar atau menangkap praktik rasuah yang disinyalir melibatkan penegak hukum di institusi lain.
"Kebetulan kemarin yang terkena tangkap tangan dari jajaran pengadilan, tapi prinsipnya kalau kita baca di Pasal 11, pendirian KPK itu kan domain-nya aparat penegak hukum dan penyelenggara negara, kita berharap sih APH itu tidak hanya aparat pengadilan," kata mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu.
Alex mengatakan, KPK terus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk menanggulangi praktik korupsi di lembaga peradilan.
Lembaga antikorupsi meletakkan harapan kepada lembaga peradilan yang menjadi benteng terakhir masyarakat mencari keadilan.
"Rasanya kok miris banget ketika ada hakim agung kena masalah hukum," ucap Alex.
KPK sejauh ini telah menetapkan belasan orang tersangka terkait dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Dari belasan orang itu, dua di antaranya adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Mereka diduga menerima suap terkait pengurusan kasasi perdata dan pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Kemudian, tiga hakim yustisial juga ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Elly Tri Pangestu dan Prasetyo Nugroho yang diduga menerima suap dari KSP Intidana.
Sementara, satu orang lainnya adalah Edy Wibowo yang diduga menerima suap dari Yayasan RS Sandi Karsa Mandiri.
Tersangka lainnya adalah staf Gazalba Saleh bernama Redhy Novarisza; PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.
Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.