Dewan Pengawas KPK Tangani 5 Kasus Etik Selama 2022, Terbanyak soal Perselingkuhan Sesama Pegawai
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menangani dua kasus perselingkuhan sesama pegawai selama 2022.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menangani dua kasus perselingkuhan sesama pegawai selama 2022.
Salah satu kasus terjadi pada 2021, lainnya kejadian di 2022.
"Lalu kasus kedua yang carry over dari 2021. Itu mengenai perselingkuhan, perselingkuhan ini ada dua orang insan komisi yang diperiksa. Mereka berdua ini dinyatakan melanggar ketentuan menyadari seluruhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi, itu," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023).
"Untuk kasus kedua ini dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, kalau yang kasus pertama yang satu sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung," imbuhnya.
Baca juga: Kasus Suap Hakim Agung, KPK Periksa Jaksa Dodi yang Pernah Laporkan Anggota Dewas
Diketahui, salah satu kasus perselingkuhan melibatkan staf perempuan KPK inisial SK dengan jaksa KPK inisial DWLS.
Keduanya sudah terbukti bersalah melanggar kode etik pegawai KPK.
Berikut tiga kasus lainnya yang disidangkan majelis etik Dewas KPK sepanjang 2022:
1. Kasus Etik Lili Pintauli Siregar
Mantan Wakil Ketua KPK itu disidang etik karena diduga menerima gratifikasi akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika.
Ada tiga perbuatan Lili Pintauli yang disangkakan kepadanya.
"Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar) itu diduga melakukan pelanggaran berupa mengadakan hubungan dengan pihak beperkara dalam hal ini pihak Pertamina atau menggunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," kata Albertina.
Perkara Lili Pintauli sempat disidangkan. Sidang pertama ditunda dengan alasan Lili Pintauli sedang bertugas ke Bali.
Ketika sidang kembali digelar, Lili Pintauli sudah mengantongi surat pemberhentian dari Presiden Jokowi.
Diduga, ia mengulur waktu agar pemberhentiannya diproses, sehingga tidak menjalani sidang.
Alhasil, Dewas KPK menilai sidang Lili Pintauli gugur. Sebab, ia sudah bukan lagi Insan KPK.
"Untuk Ibu LPS ini, kita sudah melakukan persidangan tetapi dalam persidangan itu. Pada sidang kedua, yang bersangkutan hadir dan yang bersangkutan menyerahkan kepada majelis dalam persidangan itu, keputusan Presiden yang menyatakan Beliau telah diberhentikan sebagai pimpinan KPK pada hari persidangan itu, dihitung pada hari persidangan itu," ujar Albertina.
2. Kasus Etik Terkait Pelanggaran SOP
Pelanggaran etik terjadi di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Ada pegawai yang bekerja tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).
"Ini sehubungan yang bersangkutan ini sebagai atasan di dalam perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Nah, ini sebagai atasan, di situ dinyatakan bekerjanya tidak sesuai SOP, dalam hal tentu saja melakukan pengawasan terhadap di bawahnya," ucap Albertina.
Dalam kasus ini dua orang yang diperiksa. Satu atasan dan satu bendahara pengeluaran pembantu itu sendiri.
"Dimana yang bersangkutan bekerja tidak akuntabel dan tuntas, yang mengakibatkan ada ketidakberesan di dalam pertanggungjawaban pengeluaran uang APBN. Dan itu sudah diselesaikan," ungkap Albertina.
Dua orang yang menjadi terperiksa etik ini diberi sanksi ringan. Kasus ini salah satu dari perkara yang berasal dari 2021.
"Yang satu ringan berupa permintaan maaf tertutup dan satu berupa saksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka, tidak langsung," terang Albertina.
3. Kasus Etik Pelanggaran Administrasi
Kasus terakhir yang disidangkan yakni terkait praktik administrasi.
"Kasus yang terakhir ini, menyangkut menggunakan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan keuangan. Pengeluaran keuangan, itu menggunakan pertanggungjawaban keuangannya itu menggunakan scan tanda tangan dan teman-teman sudah mesti memahami itu sebenarnya tidak diperbolehkan, seharusnya tanda tangan langsung," tutur Albertina.
Dalam kasus ini, dua orang diperiksa, yang satu petugas yang membuat surat-surat laporan pertanggungjawaban (LPJ) dan atasan langsung yang berfungsi sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Keduanya pun dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup.
"Itu sidang yang dilaksanakan di tahun 2022 oleh Dewas," kata Albertina.
KPK Duga Kerabat Eks Wamenaker Immanuel Ebenezer Sembunyikan Tiga Mobil Mewah Setelah OTT |
![]() |
---|
KPK Ungkap Kaitan PT LEN Dalam Pemeriksaan Dirut KAI Bobby Rasyidin Terkait Korupsi SPBU Pertamina |
![]() |
---|
Dana Kredit Negara Rp1,7 Triliun Dipakai Judi dan Beli Aset, Bos PT SMJL Ditahan KPK |
![]() |
---|
Prediksi Mahfud MD: KPK Buka Opsi Jerat Pasal TPPU ke Immanuel Ebenezer |
![]() |
---|
Ridwan Kamil Mengaku Lega Hasil Tes DNA Buktikan CA Bukan Anaknya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.