Polisi Tembak Polisi
Ricky Rizal-Eliezer Satu Suara soal Perintah Tembak dari Ferdy Sambo Meski Sambo-Kuat Bilang 'Hajar'
Ricky Rizal menguatkan keterangan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E soal perintah tembak yang dilontarkan oleh mantan atasan mereka, Ferdy Sambo
Editor:
Dewi Agustina
Namun, karena merasa tidak kuat mental, Ricky secara tegas menentang perintah dari mantan jenderal polisi bintang dua itu.
"Saya diminta untuk backup dan mengamankan, kamu backup saya amankan saya, kalau dia melawan kamu berani gak tembak dia," kata Ricky.
"Setelah itu saya jawab, saya tidak berani pak, saya tidak kuat mentalnya," sambungnya.
Dari situ, Hakim Wahyu menegaskan kembali perintah menembak dari Ferdy Sambo kepada Ricky.
Ricky juga membenarkan kalau Ferdy Sambo memintanya menembak bukan menghajar.
"Artinya terdakwa Ferdy Sambo, kalau dia melawan kamu berani tembak dia atau tidak?" tanya hakim Wahyu.
"Betul yang mulia," jawab Ricky Rizal.
"Kalimatnya begitu? bukan hajar?" tanya Hakim Wahyu.
"Betul yang mulia. Tidak ada kalimat hajar," jawab Ricky memastikan.
"Tapi tembak?" tanya lagi Hakim Wahyu.
"Kalau dia melawan kamu berani gak tembak dia. Kalau dia melawan," jawab Ricky seraya meniru pernyataan Ferdy Sambo.
Eliezer Bantah Perintah Hajar
Keterangan Ricky Rizal ini juga sama dengan keterangan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dalam persidangan sebelumnya, Kamis (5/1/2023).
Sebelumnya, Bharada E membantah keterangan Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo soal perintah 'hajar' saat penembakan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Eliezer kembali menegaskan bahwa perintah yang diberikan adalah membunuh Brigadir J.
Sebaliknya, tak ada perintah hajar saat eks ajudan Sambo tersebut ditembak hingga tewas.
"Perintah Ferdy Sambo saat itu bunuh?" tanya Hakim Ketua PN Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso dalam persidangan lanjutan pembunuhan Brigadir J di PN Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
"Bunuh yang Mulia. Bukan (hajar)," jelas Eliezer.
Eliezer pun mengingat bahwa Ferdy Sambo bahkan pun sempat menjanjikan akan melindunginya jika mau membunuh Brigadir J.
Padahal, saat itu dirinya takut untuk membunuh orang.
"Dia merapat begini ke saya yang mulia, baru dia liat ke saya "nanti kamu yang bunuh Yosua ya, kalau kamu yang bunuh saya yang akan jaga kamu, tapi kalau saya yang bunuh nggak ada yang jaga kita lagi Chad"," kata Eliezer menirukan perintah Sambo.
Saat itu, Eliezer mengaku tak bisa menolak perintah Sambo karena alasan tidak berani. Dalam keadaan ketakutan, Eliezer pun akhirnya menyetujui untuk membunuh Brigadir J atas perintah atasannya tersebut.
"Saya takut yang Mulia. Saya saat itu tidak berani Yang Mulia menjawab, saya cuma bilang "siap bapak" saja Yang Mulia," pungkasnya.
Pengakuan Ferdy Sambo
Sementara itu dalam persidangan sebelumnya, baik Ferdy Sambo maupun Kuat Maruf mengatakan bahwa saat kejadia Ferdy Sambo memerintahkan untuk menghajar Yosua, bukan menembaknya.
Ferdy Sambo mengklaim dirinya tak menyangka bahwa perintah ‘hajar cad’ yang ditujukan kepada Yoshua diartikan dengan menembak oleh Richard Eliezer.
Perintah Bharada E untuk menghajar Brigadir J tidak menggunakan senjata api.
Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat bersaksi untuk terdakwa Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).
"Saya saat itu tidak terpikir hajar menggunakan tangan, kaki, atau senjata. Tetapi kemudian terjadilah penembakan itu," kata Sambo.
Kuat Maruf Sebut Perintah Ferdy Sambo 'Hajar Chad'
Saat bersaksi untuk Bharada Richard Eliezer dan Bripka Ricky Rizal dalam sidang, Senin (5/12/2022), terdakwa Kuat Maruf mengaku mendengar perintah Ferdy Sambo adalah 'hajar Chad'.
"Bapak marah-marah. Saya geser tuh. Bapak lagi marah. Yos bilang, 'Apa, apa?' Saya geser ke dekat kompor saya dengar 'Hajar Chad, hajar Chad'. Ditembak sama Richard nggak tahu. (Lalu) Yosua tengkurap di samping tangga," kata Kuat.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Kedekatan Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan Berpotensi Menyudutkan Terdakwa Lain
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.