Polisi Tembak Polisi
Pihak Irfan Widyanto Tidak Ajukan Duplik, Pengacara: Pembelaan Kami Cukup dan Sempurna
Pihak Irfan Widyanto tidak mengajukan agenda duplik pada sidang lanjutan kliennya dalam persidangan perintangan penyidikan kasus tewasnya Brigadir J.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat hukum Irfan Widyanto, Raditya Yosodiningrat tidak mengajukan agenda duplik pada sidang lanjutan kliennya dalam persidangan perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Menurut Raditya pada sidang beragenda replik, jaksa penuntut umum hanya mengulangi apa yang ada pada surat tuntutan.
"Jadi tadi kita melihat tidak ada yang baru dalam repliknya penuntut umum hanya membahas mengulangi dari pada surat tuntutan dan kita tetap pada pembelaan," kata Raditya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/2/2023).
Karena tidak ada yang baru dalam replik jaksa, penasihat hukum langsung mengajukan agenda vonis kepada Majelis Hakim di persidangan.
"Jadi kami merasa tidak diperlukannya jawaban atas replik tersebut dan kami meminta segera majelis hakim memutus putusan," jelasnya.
Baca juga: Jelang Sidang Vonis Ferdy Sambo Cs, PN Jaksel Akan Membatasi Kapasitas Ruang Sidang
Menurut Raditya dengan tidak adanya duplik menandakan pihaknya yakin kliennya tidak bersalah.
"Justru hal itu menunjukkan keyakinan kami pada pembelaan, pembelaan kami dinilai cukup dan sempurna," katanya.
Sebelumnya dalam persidangan Kuasa hukum terdakwa Irfan Widyanto menyatakan pihaknya tidak akan mengajukan agenda duplik.
Pernyataan tersebut disampaikan penasihat hukum Irfan Widyanto pada sidang lanjutan kliennya dalam agenda replik di Pengadilan Negeri Jakarta, Senin (6/2/20223).
Baca juga: Sepekan Jelang Vonis, Masa Penahanan Ferdy Sambo Diperpanjang
"Terima kasih Yang Mulia, kami menghargai replik penuntut umum namun setelah kami menyimak bersama-sama tadi, tidak ada hal yang substansial, isinya hanya pengulangan dari surat tuntutan oleh karena itu kami tetap pada pembelaan," kata penasihat hukum di persidangan.
"Tetap pada pembelaan, jadi saudara tidak mengajukan duplik," tanya majelis hakim.
"Kami ingin langsung putusan seadil-adilnya Yang Mulia," jelas penasihat hukum.
"Baik karena tidak ada duplik dari penasihat hukum. Dan dupliknya secara lisan di persidangan tetap pada pembelaan semula. Selanjutnya agenda persidangan putusan pada hari Jumat 24 Februari 2024," tegas hakim.
Baca juga: Terjerat Kasus Ferdy Sambo, Irfan Widyanto Minta Nama Baiknya Dipulihkan
Diketahui mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Irfan Widyanto dituntut satu tahun penjara terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, sang peraih Adhi Makayasa tahun 2010 juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta dan dengan sengaja tanpa hak melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik. Sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer," katanya.
Oleh sebab itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Irfan Widyanto bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujarnya.
Sekadar informasi dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
Kemudian Richard Eliezer alias Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun.
Sementara untuk Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf, jaksa menuntut ketiganya dengan pidana penjara 8 tahun.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Kemudian dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J, enam eks anak buah Ferdy Sambo dituntut 1 hingga tiga tahun.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria dituntut pidana penjara 3 tahun.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut pidana penjara dua tahun.
Kemudian Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto dituntut pidana penjara satu tahun.
Mereka dijerat dengan pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu, jaksa membagi tiga klaster terdakwa.
Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini Ferdy Sambo bertindak sebagai intellectual dader dan Richard Eliezer alias Bharada E sebagai dader.
Klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana.
Terdakwa yang masuk dalam klaster kedua ini di antaranya Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Klaster ketiga, para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.