Pemilu 2024
Pakar Hukum: Tak Boleh Pengadilan Negeri Putuskan Tunda Pemilu
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Seperti diketahui, dalam putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 atau tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
Feri mengatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini tak tepat.
Menurutnya, putusan Pengadilan Negeri memerintahkan menunda Pemilu ini di luar kewenangannya.
“Bagi saya ini tindakan dan langkah-langkah yang menentang konstitusi,” kata Feri Amsari saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (2/3/2023).
“Tidak diperkenaankan Pengadilan Negeri memutuskan untuk menunda Pemilu, karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya. Tidak dimungkinkan untuk itu,” lanjutnya.
Baca juga: Pengamat Nilai Aneh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perintahkan Pemilu Ditunda
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu menyebutkan berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi, Pemilu itu dilangsungkan berkala 5 tahun sekali, sebagaimana tertuang dalam Pasal 22e ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Sehingga, lanjut dia, tidak seharusnya Pengadilan Negeri menentang ketentuan pasal yang ada dalam konstitusi ini.
“Karena di dalam Undang-Undang Pemilu hanya dikenal penundaan itu dalam bentuk susulan dan lanjutan. Artinya tidak boleh ada penundaan nasional,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima.
Baca juga: BREAKING NEWS: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perintahkan Pemilu Ditunda
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru saja menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
KPU akan Ajukan Banding
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI langsung merespon terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Anggota KPU RI Idham Holik langsung tegas mengatakan akan mengajuka banding.
"KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut ya. KPU RI tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding," kata Idham saat dihubungi awak media, Kamis (2/3/2023).
Dalam pertaturan penyelanggaraan pemilu, jelas Idham, khususnya pasal 431 sampai pasal 433, hanya ada dua istilah yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
"Definisi pemilu lanjutan dan susulan, itu ada di pasal 431 sampai dengan pasal 433. KPU tegas banding," kata Idham.
Hal senada juga sudah lebih dulu dilontarkan lebih dulu oleh Ketua KPU RI Hasyim Asyari dalam pesan singkatnya.
"KPU akan upaya hukum banding," kata Hasyim.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.