Senin, 24 November 2025

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Soal Penetapan Tersangka Johnny G Plate, PDIP: Berhenti Bicara Intervensi

Said Abdullah menyakini Kejaksaan Agung (Kejagung) punya integritas dalam menangani perkara dan tidak akan terpengaruh intervensi pihak mana pun.

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ketua DPP PDIP Said Abdullah menjawab pertanyaan media soal kemungkinan ada intervensi di Kejagung ketika menetapkan Menkominfo sekaligus Sekjen NasDem Johnny G Plate sebagai tersangka. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menyakini Kejaksaan Agung (Kejagung) punya integritas dalam menangani perkara dan tidak akan terpengaruh intervensi pihak mana pun.

Said Abdullah juga mengatakan dirinya tak percaya Menteri Kominfo Johnny G Plate melakukan korupsi, karena punya rekam jejak baik saat masih menjadi anggota DPR RI.

Hal itu disampaikan Said Abdullah saat menjawab pertanyaan media soal kemungkinan ada intervensi di Kejagung ketika menetapkan Menkominfo sekaligus Sekjen NasDem Johnny G Plate sebagai tersangka.

"Negara ini sudah lama berhenti bicara mengenai intervensi. Negara ini sudah lebih baik dari segi aspek penanganan hukum. Jadi, rasa-rasanya siapa pun, sekelas Jaksa Agung sekarang dan sekelas Jampidsus mau diintervensi, dia pasti mengabaikan semua itu," kata Said saat menemani Bacapres Ganjar Pranowo di Kantor Tribun Manado, di Sulawesi Utara, Kamis (18/5/2023).

Said juga mengatakan, Ketum NasDem Surya Paloh telah berbicara kepada publik soal penetapan Johnny G Plate sebagai tersangka tidak ada kaitan dengan intervensi.

Baca juga: Menkominfo Johnny G Plate Ditetapkan Tersangka, Partai Buruh: Jangan Ada Politisasi

Sehingga, dia mengajak untuk berhenti bicara soal intervensi dalam penegakan hukum.

"Jadi, berhenti bicara intervensi dan sama seperti yang disampaikan Ketua Umum NasDem Bapak SP (Surya Paloh), kalau ikuti emosi, ada intervensi, tetapi itu hanya emosi saja. Jadi sebagai ketum pun tidak yakin ada intervensi politik maupun intervensi kekuasaan," ujar Said.

Ketua Banggar DPR RI itu lantas mengatakan PDIP tidak pernah membawa-bawa dugaan intervensi, apabila ada kader partai berlambang banteng moncong putih itu tersangkut kasus.

Baca juga: Pengamat Sebut Kasus Johnny Plate Bakal Jadi Olok-olok Politik

"Jadi, mari kita jadikan pelajaran bagi kita semua bahwa di parpol mana pun jika terjadi case, kita tidak perlu mengarahkan ini kepada pusat kekuasaan atau kekuatan politik besar. PDIP kalau terjadi case, baik kader, bupati, ataupun anggota DPRD, tidak pernah PDIP berteriak ada intervensi. That’s it. Justru yang diputuskan langsung dipecat. Itu tradisi kami," tegas Said.

Said juga menjawab soal pertannya penetapan status tersangka terhadap Plate menjadi pintu bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot kader NasDem di kabinet Indonesia Maju.

Dia menegaskan, apapun itu, penetapan tersangka kepada Plate tidak ada intervensi.

Baca juga: Pengamat Sebut Jokowi Kemungkinan Tak Libatkan NasDem Tunjuk Menkominfo Pengganti Johnny Plate

Said juga menyerahkan, urusan reshuffle kabinet menjadi hak prerogatif Jokowi.

"Satu pastikan dahulu intervensinya tidak ada. Jadi, jangankan ada intervensi terus ada reshuffle namanya sengaja mau dibuang. Itu tidak boleh. Sekarang kembali ke Bapak Presiden, apakah gantinya tetap NasDem atau presiden punya pegangan lain katakanlah dari profesional, ya, monggo. Mana yang terbaik karena itu hak prerogratif Bapak Presiden. Kenapa saya katakan ini? Sebab, saya pun tidak mau intervensi Bapak Presiden," paparnya.

Said juga menyikapi status tersangka Plate.

Ia mengaku dirinya sebenarnya menyayangkan, terlebih pria kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT) itu dikenal punya rekam jejak baik selama di parlemen.

"Ini masih proses. Saya berharap, sampai detik ini saya berkeyakinan bahwa JP (Johnny Plate, red) tidak bersalah. JP tidak korupsi, bahwa kemudian dalam proses di pengadilan berkata lain, itu lain soal. Kita tidak boleh mencampuri itu, tidak boleh mengintervensi itu," tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan Menkominfo Johnny G Plate sebagai tersangka kasus korupsi tower base transceiver station (BTS).

Dia pun tampak keluar dari gedung Pidana Khusus Kejaksaan Agung mengenakan rompi tahanan berwarna pink dengan tangan terborgol.

Baca juga: Menkominfo Johnny G Plate Jadi Tersangka, Pengamat: Penggantinya Harus Paham Sistem Komunikasi

"Setelah pemeriksaan, kami memutuskan menaikkan status yang bersangkutan sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi usai sang Menkominfo digiring ke mobil tahanan.

Setelah ditetapkan tersangka, Johnny G Plate langsung ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak hari ini, Rabu (17/5/2023).

Plate ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

"Ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan," kata Kuntadi.

Dalam perkara ini, Johnny G Plate dimintai pertanggung jawaban sebagai pengguna anggaran (PA).

"Perannya yang bersangkutan diperiksa diduga keterlibatannya terkait jabatan yang bersangkutan selaku menteri dan pengguna anggaran," ujar Kuntadi.

Karena itu, Plate dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Konstruksi kasus

Terungkapnya kasus korupsi ini bermula pada bulan Agustus 2022, ketika BAKTI Kominfo diberikan proyek untuk membangun proyek BTS 4G demi mendukung kehidupan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dalam bentuk layanan internet.

Sebagai informais, Pembangunan BTS ini sendiri dibagi menjadi beberapa paket.

Letak pembangunan BTS 4G ini juga terletak di wilayah terluar dan terpencil di Indonesia. Dalam catatan Kominfo, setidaknya ada 4.200 titik dari tiga konsorsium yang tengah disidik.

Akan tetapi, pada perjalanannya, muncul dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.

Dalam pelaksanaan perencanaan dan lelang, tersangka melakukan rekayasa sehingga dalam proses pengadaan tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat.

Kecurigaan pun terjadi ketika sampai batas pertanggungjawabannya, banyak proyek BTS tersebut tiba-tiba berakhir dan beberapa BTS tidak dapat digunakan oleh masyarakat.

Kejaksaan Agung, lewat tim di bawah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menurunkan para jaksanya untuk meneliti proyek BTS tersebut.

Perlahan, tim dari Jampidsus akhirnya berhasil mengungkap adanya korupsi pengadaan BTS ini.

Perjalanan kasus

Penyidikan kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020 sampai 2022 akhirnya berujung pada penetapan tersangka.

Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan gelar perkara (ekspose) kasus pada 25 Oktober 2022.

Penyidik kemudian meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi BTS 4G Kemenkominfo ke tahap penyidikan pada 13 November 2022.

Selain Plate, penyidik sudah lebih dulu menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu:

  1. Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang Achmad Latif (AAL).
  2. Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali (MA).
  3. Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (IH).
  4. Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak (GMS).
  5. Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (YS).

Akibat perbuatan para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Penyidik bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga telah mencatat adanya kerugian keuangan negara senilai Rp 8,32 triliun dari kasus korupsi penyediaan menara BTS) 4G dan infrastuktur pendukung paket 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kominfo tahun 2020-2022.

Kerugian keuangan negara itu berasal dari tiga hal yakni biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.

Kerugian keuangan negara tersebut dihitung setelah dilakukan audit terkait dana dan dokumen, melakukan klarifikasi kepada pihak terkait, serta melakukan observasi fisik bersama tim ahli.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved