Pemilu 2024
Denny Indrayana Sebut Pemberi Informasi Kepadanya Kredibel, Bukan Berasal Dari Lingkungan MK
Denny Indrayana meyakini informasi yang didapatkannya terkait putusan Mahkamah Konsitusi (MK) soal sistem Pemilu sangat kredibel.
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana meyakini informasi yang didapatkannya terkait putusan Mahkamah Konsitusi (MK) soal sistem Pemilu sangat kredibel.
Denny Indrayana menegaskan, informasi tersebut ia dapatkan bukan dari lingkungan MK.
Karena itu, Denny merasa perlu untuk melanjutkan informasi tersebut kepada publik.
Ia menjelaskan, hal itu dilakukannya tidak hanya berfungsi sebagai pengawasan publik, tapi juga agar MK berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting tersebut.
"Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang snagat penting dan strategis tersebut," kata Denny, dalam keterangan pers tertulis, Senin (30/5/2023) pagi.
Baca juga: Denny Indrayana Tegaskan Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara Terkait Rumor Putusan MK
"Ingat, putusan MK bersifat langsung dan mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah," kata Denny.
Sementara itu, meski ia sangat yakin dengan informasinya itu, Denny tetap berharap putusan MK tidak mengembalikan sistem Pemilu proporsional tertutup.
Baca juga: 3 Alasan Denny Indrayana Lempar Rumor Soal Sistem Pemilu, Khawatir MK Dijadikan Alat Pemenangan
"Meskipun informasi saya kredibel, saya justru berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup," ucapnya.
Denny mengajak publik untuk mendorong agar putusan MK berubah.
Sebab, menurutnya, soal pilihan sistem Pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tapi ranah proses legislasi di parlemen (open legal policy).
Baca juga: PDIP Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana Soal Bocoran Pemilu Tertutup
"Supaya juga putusan yang berpotensi mengubah sistem Pemilu di tengah jalan itu, tidak menimbulkan kekacauan persiapan Pemilu, karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi," katanya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.
Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PPU/XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindryana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut.
Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.