Jumat, 15 Agustus 2025

Pemilu 2024

Denny Indrayana Respons Pelaporan Dirinya ke Polisi: Seharusnya Dibantah dengan Narasi Juga

Denny mengatakan, setiap orang memiliki hak untuk melaporkan ke polisi. Namun, katanya, hak tersebut perlu digunakan secara tepat dan bijak.

dok. Kompas.com
Pakar hukum tata negara Prof Dr Denny Indrayana 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana merespons soal dia dilaporkan ke polisi terkait dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu.

Denny mengatakan, setiap orang memiliki hak untuk melaporkan ke polisi. Namun, katanya, hak tersebut perlu digunakan secara tepat dan bijak.

"Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana," kata Denny Indrayana, melalui keterangan pers tertulis, Minggu (4/6/2023).

Ia menyebut, pembicaraan terkait topik politik jelang Pemilu, sangat rentan dengan kriminaliasasi kepada lawan politik.

"Yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkan sikap kritis dan oposisi," ucapnya.

Kemudian, Denny juga menjelaskan, informasi yang disampaikannya kepada publik melalui akun sosial medianya terkait putusan Pemilu beberapa waktu lalu adalah upayanya untuk mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sebelum dibacakan.

Hal itu, Denny menerangkan, karena putusan MK bersifat final and binding, di mana tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum.

"Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi," jelas Denny.

"Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang piminan yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Fili Bahuri Cs," sambungnya.

Oleh karena itu, ia menjelaskan, dengan mengungkap informasi kredibel bahwa MK berpotensi memutus sistem proporsional tertutup, Denny mengundang khalayak luas untuk mencermati dan mengkritisi putusan yang akan dikeluarkan.

"Jangan sampai putusan terlanjut ke luar dan membuat demokrasi kita kembali mundur ke sistem Pemilu proporsional tertutup ala Orde Baru yang otoritarian dan koruptif," ujar Denny.

Ia berpendapat, sistem peradilan di Indonesia masih belum ideal. Terutama rentannya intervensi kuasa dan masih maraknya praktik mafia peradilan.

"(Sehingga) menyerahkan putusan pengadilan hanya pada proses di ruang sidang saja tidak cukup," katanya.

Denny menjelaskan, harus ada kontrol melalui kampanya publik dan kampanye media.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan