Minggu, 12 Oktober 2025

Stunting di Indonesia

Wapres Maruf Amin Perintahkan Kementerian dan Lembaga Gunakan Anggaran Stunting Secara Efektif

Maruf pun menekankan agar anggaran yang memang dialokasikan untuk percepatan penurunan stunting agar diberi tanda khusus supaya tak disalahgunakan.

Tribunnews.com/ Fahdi Fahlevi
Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023). Maruf Amin menegaskan bahwa anggaran yang ditujukan untuk program percepatan penurunan angka stunting tidak boleh digunakan untuk hal lain. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Maruf Amin menegaskan bahwa anggaran yang ditujukan untuk program percepatan penurunan angka stunting tidak boleh digunakan untuk hal lain.

Seperti diketahui sebelumnya Presiden Joko Widodo sempat menyentil terkait penggunaan anggaran stunting yang justru digunakan untuk hal-hal tidak penting.

Maruf pun menekankan agar anggaran yang memang dialokasikan untuk percepatan penurunan stunting agar diberi tanda khusus supaya tak disalahgunakan.

Baca juga: Wapres Maruf Amin Sebut Intervensi Semua Pihak Perlu Dilakukan Guna Percepat Penurunan Stunting

"Anggaran (penanganan stunting) itu yang ada di berbagai kementerian dan lembaga kita minta diberi tanda. Sehingga anggaran yang ada di kementerian dan lembaga itu tidak boleh digunakan untuk yang lain," tegas Maruf Amin di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023).

Sehingga dijelaskan wapres, anggaran yang telah dialokasikan tersebut bisa benar-benar efektif untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.

"Sehingga betul-betul efektif untuk penurunan (stunting) bukan untuk hal yang diisinyalir," jelasnya.

Baca juga: Maruf Amin: Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tak Mudah, Perlu Perbaikan Implementasi Program

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan 43 persen program pembangunan sebagaimana laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berpotensi tidak optimal.

Angka tersebut kata Jokowi merupakan angka yang sangat besar sekali.

"Ini perlu saya ingatkan kepada semuanya baik pusat maupun daerah dalam penggunaan yang namanya anggaran, karena 43 persen itu bukan angka yang sedikit," kata Jokowi dalam pembukaan Rakornas pengawasan intern pemerintah tahun 2023, di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Kondisi tersebut kata Presiden karena cara penganggaran yang tidak benar.

Presiden mengaku banyak menemukan kesalahan penganggaran yang dilakukan daerah dalam menjalankan program.

Misalnya kata Presiden anggaran pengentasan stunting sebesar Rp10 miliar. Anggaran tersebut mayoritas habis digunakan untuk perjalanan dinas, rapat dan sebagainya.

"Saya baru saja minggu yang lalu saya cek di APBD Mendagri, coba saya mau lihat Rp10 M untuk stunting. Dicek, Perjalanan dinas Rp3 M, rapat-rapat Rp3M, penguatan pengembangan apa-apa blablabla Rp2 M, yang untuk benar-benar beli telur itu engga ada Rp2 M. Kapan stuntingnya akan selesai kalau caranya seperti ini," kata Presiden.

Hal tersebut kata Jokowi harus diubah. Seharusnya anggaran Rp10 M untuk penanganan stunting, mayoritas digunakan untuk membeli barang konkret yang diberikan kepada mereka yang stunting. Sementara sisanya buat kegiatan penunjang.

Baca juga: Tekan Prevalensi Stunting, Charles Honoris dan BKKBN Sosialisasi Pencegahan Stunting

"Kalau Rp10 M itu anggarannya, mestinya yang untuk lain-lainnya itu Rp2 M, yang untuk Rp8 M itu ya untuk langsung telor, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting. Konkretnya kira-kira seperti itu," katanya.

Tidak hanya sampai disitu, adalagi kata Presiden kasus di sebuah Kabupaten yang mana anggaran pembangunan balai penyuluh pertanian digunakan mayoritas untuk honor rapat dan perjalanan dinas. Anggaran pembangunan balai tersebut terbilang kecil yakni Rp 1 M. Namun anggaran yang kecil tersebut tetap saja tpenganggaran-nya tidak benar.

"Pembangunan balai untuk membangun dan merehab balai. Jelas. Anggarannya Rp1 M. Saya cek lagi ini apa kok Rp1 M, kecil, kecil pun saya lihat. Kecil ini mestinya untuk Rp1 M ya mestinya Rp900 juta untuk rehab. Mestinya. Tapi setelah kita cek bener, Rp734 juta itu honor, rapat, dan perjalanan dinas. Rp734 juta. Artinya 80 persen. ini sudah ga bisa lagi," katanya.

Oleh karenanya kata Presiden, menjadi tugas berat BPKP untuk mengubah cara penganggaran daerah agar mayoritas anggaran yang digunakan untuk hal konkret bukan absurd. Kewenangan BPKP kata Presiden ditakuti daerah dan dapat menjangkau hingga level kabupaten dan kota.

"Anggaran APBN, anggaran APBD itu produktif. Karena tangan BPKP itu sampai di provinsi, kabupaten dan kota. Artinya bisa mengawal bisa mengawasi, bisa mengarahkan. Dan yang ga di pusat, ga provinsi, kota dan kabupaten itu dengan BPKP itu takut. Segan dan takut. Gunakan ini untuk kebaikan negara," pungkasnya.

Oleh karenanya kata Presiden, menjadi tugas berat BPKP untuk mengubah cara penganggaran daerah agar mayoritas anggaran yang digunakan untuk hal konkret bukan absurd. Kewenangan BPKP kata Presiden ditakuti daerah dan dapat menjangkau hingga level kabupaten dan kota.

"Anggaran APBN, anggaran APBD itu produktif. Karena tangan BPKP itu sampai di provinsi, kabupaten dan kota. Artinya bisa mengawal bisa mengawasi, bisa mengarahkan. Dan yang ga di pusat, ga provinsi, kota dan kabupaten itu dengan BPKP itu takut. Segan dan takut. Gunakan ini untuk kebaikan negara," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved