Kamis, 21 Agustus 2025

KPK Tangkap Pejabat Basarnas

Tunggu Laporan Resmi KPK, TNI Belum Bisa Mulai Proses Penyidikan Kabasarnas dan Koorsminnya

Puspom TNI belum bisa menetapkan kedua Perwira TNI AU tersebut sebagai tersangka.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik menunjukkan barang bukti berupa uang saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Basarnas di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023). KPK menetapkan 5 orang tersangka yakni Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI (Purn) Henri Alfiandi, Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas Letnan Kolonel Adm Afri Budi Cahyanto, Komisaris Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil terkait kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas Tahun Anggaran 2021-2023 dan mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp 999,7 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komandan Pusat Polisi Militer TNI Marsda Agung Handoko mengatakan pihaknya belum bisa memulai proses penyidikan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsminnya Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Sebagaimana diketahui, keduanya ditetapkan tersangka kasus dugaan suap dalam sejumlah proyek di Basarnas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Agung mengatakan pihaknya belum bisa memulai proses penyidikan karena belum ada laporan resmi dari pihak KPK terkait penetapan tersangka tersebut.

Untuk itu, kata dia, Puspom TNI belum bisa menetapkan kedua Perwira TNI AU tersebut sebagai tersangka.

"Jadi kita Puspom TNI belum bisa memulai proses penyidikan karena belum ada laporan polisi. Belum bisa menetapkan dua orang ini menjadi tersangka," kata Agung ketika dihubungi wartawan pada Kamis (27/7/2023) malam.

Agung menyesalkan langkah KPK yang dinilainya minim koordinasi sejak dari operasi tangkap tangan hingga penetapan tersangka

Tidak hanya itu, kata Agung, pihaknya juga belum bisa melakukan penahanan terhadap keduanya.

Hal tersebut, kata dia, karena laporan resmi dari KPK yang seharusnya dijadikan dasar untuk proses hukum anggota TNI belum diterimanya.

"Statusnya yang bersangkutan belum tahanan bagi kami, dua-duanya. Kami belum bisa mulai," kata dia.

Agung menjelaskan pihak Puspom TNI ikut dalam gelar perkara kasus tersebut di KPK.

Namun demikian, kata dia, saat gelar perkara itu hanya ada peningkatan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Dalam gelar perkara, kata dia, tidak dijelaskan bahwa KPK juga akan menetapkan dua anggota TNI aktif sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Padahal menurutnya, kewenangan penetapan tersangka terhadap prajurit aktif ada pada penyidik militer.

KPK, kata dia, juga telah mengirimkan dokumen pelimpahan kepada pihaknya.

"Karena kewenangan menetapkan tersangka itu ada di kita, di militer, di penyidik militer dalam hal ini salah satunya polisi militer," kata dia.

Meski menurutnya dalam gelar perkara alat buktinya sudah terpenuhi, namun dia menyesalkan langkah KPK yang nenetapkan dua prajurit TNI aktif sebagai tersangka.

"Cuma yang kita sesalkan kenapa dia yang..misalkan oke, ini yang sipil kita tetapkan sebagai tersangka. Untuk yang militer kita serahkan ke TNI. Itu kan selesai di situ. Baru nanti mereka secara resmi lapor, buat laporan polisi ke kita, baru kita tetapkan yang bersangkutan militer sebagai tersangka," kata dia.

Agung juga menyesalkan langkah KPK yang dinilainya minim koordinasi sejak dari operasi tangkap tangan hingga penetapan tersangka.

Baca juga: KPK Sudah Koordinasi dengan Puspom TNI Soal Penetapan Tersangka Kepala Basarnas

Ia memahami kekhawatiran KPK terkait potensi kebocoran informasi dalam operasi tangkap tangan.

Namun menurutnya, hal tersebut bisa diatasi.

"Kalau misalkan mungkin takut bocor, ya sudah kasih tahu aja ‘Pak kita mau nangkap orang, ayo ikut’. Gitu saja kan bisa toh. Nanti begitu di titiknya ‘itu Pak orangnya silahkan Bapak yang menangkap dari POM, saya yang awasi’ kan bisa seperti itu. Jadi sebetulnya banyak yang bisa dikoordinasikan," kata Agung.

Agung juga menegaskan komitmen Puspom TNI terkait pemberantasan korupsi.

Ia memastikan pihaknya akan menindaklanjuti perkara tersebut setelah KPK berkirim surat resmi.

"Panglima sudah jelas, tegas perintah Panglima, siapapun yang melanggar hukum, proses sesuai prosedur. Dengan kejadian ini pun, Panglima ikuti, langkah-langkah atau prosedur hukum yang dilakukan KPK," kata dia.

"Jadi Panglima saat menghormati hukum dan itu betul-betul ditegaskan. Sekecil apapun pelanggaran yang terjadi di TNI Panglima pasti perintahkan proses. Jadi nggak ada main main dengan masalah hukum," kata dia.

Ia pun berharap tidak ada keraguan dari pihak KPK terhadap Puspom TNI untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

Saat ini, kata dia, masyarakat dan media massa juga melakukan pengawasan.

Nggak mungkin (TNI menutup-nutupi), yang teriak kan masyarakat nanti. ‘Pak ini kenapa sama-sama pelakunya sama, ini yang sipil diproses hukum, yang militer enggak. Kan pasti kelihatan," kata dia.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan